Senin, 05 Januari 2009

Mengapa kita membela Palestina

Palestina Kota Suci Ummat Islam

''Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam

dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi

sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari

tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar

lagi Maha Mengetahui.'' (QS Bani Israil/17:1).

MASJID Al-Aqsha yang disebut juga Baitul Muqaddas adalah tanah suci

ketiga bagi umat Islam setelah Masjid Al-Haram di Mekah dan Masjid

Nabawi di Madinah. Disebut Al-Aqsha karena jarak masjid tersebut

adalah yang paling jauh dari Masjid Haram, tempat kaum muslimin

ditekankan untuk berziarah ke sana mencari karunia dan rahmat-Nya,

serta diberkatinya daerah sekitarnya (Palestina) dengan banyaknya nabi

yang diturunkan di sana dan kesuburan akan tanahnya, serta sifat keberanian

yang dimiliki penduduknya (Mukhtashar Tafsir At-Thabari).

Dalam wahyu-wahyu Al-Qur'an kepada Nabi SAW, sebagian besar ayat-ayat

mengacu kepada Palestina sebagai “tanah suci, yang diberkati.”

Ayat 17:1 menggambarkan tempat ini, yang di dalamnya ada Mesjid Aqsa sebagai tanah “yang Kami berkati disekelilingnya.”

Dalam ayat 21:71, yang menggambarkan keluarnya Nabi Ibrahim dan Luth, tanah yang sama disebut sebagai “tanah yang Kami berkati untuk semua makhluk.”

Pada saat bersamaan, Palestina secara keseluruhan penting artinya bagi umat Islam karena begitu banyak nabi yang hidup dan berjuang demi Allah, mengorbankan hidup mereka, atau meninggal dan dikuburkan di sana.

Oleh karena itu, Rasulullah saw menekankan umat Islam untuk

mengunjungi Masjid Al-Aqsha tersebut sebagai bagian dari ibadah (HR

Bukhari Muslim).

” Tidak dianjurkan melakukan ziarah, kecuali kepada tiga masjid, yaitu masjid Al Haram, masjidku (masjid Nabawi) dan masjid Al Aqsha” (H.R. Muslim)

Jelaslah Masjid Aqsha itu amat penting, karena dia merupakan kiblat yang pertama. Pada waktu masih di Makkah, Nabi bersembahyang menghadap Yerusalem. Tetapi karena tampaknya pada saat yang bersamaan juga ingin menghadap Ka`bah, maka

beliau pilih arah selatan Ka`bah sehingga dengan demikian menghadap

Ka`bah dan Yerusalem sekaligus. Namun, ketika beliau pindah ke Madinah

hal itu tidak bisa dilakukannya lagi, maka terpaksalah beliau

menghadap ke utara (ke Yerusalem) di mana Ka`bah berada di

belakangnya.

Posisi membelakangi Ka`bah ini membuat Nabi tidak merasa tentram. Maka

beliau memohon kepada Allah supaya diizinkan pindah kiblat. Dan doa

Nabi dikabulkan. Maka pindahnya kiblat ke Makkah itu disebabkan doa

Nabi. Kalau saja Nabi tidak berdoa, umat Islam sampai sekarang ini

tetap menghadap Yerusalem. "Kami melihat mukamu menengadah ke langit;

maka akan Kami arahkan engkau ke Kiblat yang kau sukai; arahkanlah

wajahmu ke Masjidil Haram, dan dimana pun kamu berada arahkanlah

wajahmu ke sana." (Q. s. Al-Baqarah [2]:144).

Semenjak pendudukan Zionis Israel yang telah merampas wilayah Palestina pada 1948, hingga detik ini kaum muslimin di seluruh dunia tidak bisa secara bebas dan aman mengunjungi Al-Aqsha, sebagaimana mereka bisa mengunjungi kedua masjid suci lainnya. Hal inilah yang kemudian mengharuskan kaum muslimin untuk

segera membebaskan Tanah Suci Palestina dari cengkeraman penjajahan

Yahudi tersebut.

Ketika khalifah Umar bin Khattab menaklukan Palestina tahun 637,

maka daerah ini berada di bawah kendali kaum Muslimin.

Dalam periode kekuasaan kaum muslimin merupakan masa yang mendatangkan perdamaian dan ketertiban bagi Palestina, yang sebelumnya berabad-abad menjadi tempat perang, pengasingan, penyerangan, dan pembantaian. Apa lagi, setiap kali daerah ini berganti penguasa, seringkali menyaksikan kekejaman baru.

Di bawah pemerintahan muslim, penduduknya, dengan berbagai keyakinan mereka,

hidup bersama dalam damai dan ketertiban.

Dalam periode ini pula , toleransi, kebijaksanaan, dan kebaikan telah ditunjukkan oleh pemerintah Islam kepada penduduk Yerussalem, tanpa membeda-bedakan agama menandai awal dari sebuah zaman baru yang indah.

Seorang pengamat agama terkemuka dari Inggris Karen Armstrong menggambarkan

Saat peristiwa penaklukan Yerusalem oleh Umar dalam bukunya Holy War (perang suci):

Khalifah Umar memasuki Yerusalem dengan mengendarai seekor unta putih,

dikawal oleh pemuka kota tersebut, Uskup Yunani Sofronius. Sang

Khalifah minta agar ia dibawa segera ke Haram asy-Syarif, dan di sana

ia berlutut berdoa di tempat Rasulluah melakukan perjalanan

malamnya (Mi’raj) . Sang uskup melihatnya dengan ketakutan: ini, ia pikir,

pastilah akan menjadi penaklukan penuh kengerian yang pernah

diramalkan oleh Nabi Daniel akan memasuki rumah ibadat tersebut; Ia

pastilah sang Anti Kristus yang akan menandai Hari Kiamat. Kemudian

Umar minta melihat tempat-tempat suci Nasrani, dan ketika ia berada di

Gereja Holy Sepulchre, waktu sholat umat Islam pun tiba. Dengan sopan

sang uskup menyilakannya sholat di tempat ia berada, tapi Umar dengan

sopan pula menolak. Jika ia berdoa dalam gereja, jelasnya, umat Islam

akan mengenang kejadian ini dengan mendirikan sebuah mesjid di sana,

dan ini berarti mereka akan memusnahkan Holy Sepulchre. Justru Umar

pergi sholat di tempat yang sedikit jauh dari gereja tersebut, dan

memang benar perkiraan umar, karena n tempat yang beliau sholati ( yang langsung berhadapan dengan Holy Sepulchre) kemudian didirikan sebuah mesjid kecil yang dipersembahkan untuk Khalifah Umar.

Mesjid besar Umar lainnya didirikan di Haram asy-Syarif untuk menandai

penaklukan oleh umat Islam, bersama dengan mesjid al-Aqsa yang

mengenang perjalanan malam Muhammad. Pada saat itu selama bertahun-tahun umat

Nasrani menggunakan tempat reruntuhan biara Yahudi ini sebagai tempat

pembuangan sampah kota. Sang khalifah membantu umat Islam membersihkan

sampah ini dengan tangannya sendiri dan di sana umat Islam membangun

tempat sucinya sendiri untuk membangun Islam di kota suci ketiga bagi

dunia Islam.9

Pendeknya, umat Islam membawa peradaban bagi Yerusalem dan seluruh

Palestina. Dengan menunjukkan hormat kepada nilai-nilai suci orang lain dan tidak membunuh orang-orang hanya karena mereka mengikuti keyakinan berbeda, budaya Islam yang adil, toleran, dan lemah lembut membawa kedamaian dan ketertiban kepada masyarakat Muslim, Nasrani, dan Yahudi di daerah itu. Umat Islam tidak

pernah memilih untuk memaksakan agama, meskipun beberapa orang

non-Muslim yang melihat bahwa Islam adalah agama sejati lal banyak berpindah agama

dengan bebas menurut keinginannya sendiri.

Perdamaian dan ketertiban ini terus berlanjut sepanjang orang-orang

Islam memerintah di daerah ini. Akan tetapi, di akhir abad kesebelas,

kekuatan penakluk lain dari Eropa memasuki daerah ini dan merampas

tanah beradab Yerusalem dengan tindakan tak berperikemanusiaan dan

kekejaman yang belum pernah terlihat sebelumnya. Para penyerang ini

adalah Tentara Perang Salib.

Klaim Israel atas Palestina

Israel mendasarkan klaim-klaimnya untuk mendirikan sebuah negara di Palestina atas tiga sumber utama: warisan Perjanjian Lama dari Kitab Injil,1 Deklarasi Balfour yang diumumkan Inggris Raya pada 1917, dan pembagian Palestina menjadi negara Arab dan negara Yahudi yang direkomendasikan oleh Majelis Umum PBB pada 1947.

Israel memunyai tiga alasan utama mengapa mereka mendirikan

negara di Palestina, mengapa tidak di tempat lain saja (Paul Findley:

1995 dalam Masa Depan Palestina, Nuim Hidayat). Alasan pertama adalah

warisan Perjanjian Lama dari Kitab Injil, seperti disebutkan dalam

Kitab Kejadian 15:18, ''Pada hari itu Tuhan membuat perjanjian dengan

Ibrahim melalui firman ‘Untuk keturunanmu Aku berikan tanah ini, dari

Sungai Mesir hingga Sungai Besar, Sungai Efrat.''

Dengan berdasarkan ayat dari Kitab kejadian orang Israel menganggap sebagai suatu restu dari Tuhan terhadap kepemilikan tanah di Palestina

Padahal para ahli Injil seperti Dr. Dewey Beegle dari Wesley Theological Seminary menyatakan bahwa bangsa Yahudi kuno tidak berhak lagi atas janji tersebut karena tidak berhasil mematuhi perintah-perintah Tuhan dan karenanya kehilangan janji itu.10

Juga tidak ada pengadilan atau badan dunia di masa sekarang ini yang akan menganggap sah suatu hak pemilikan yang didasarkan atas klaim yang dinyatakan berasal dari Tuhan.9 Bahkan bagi mereka yang mengartikan restu Injil secara harfiah sebagai restu dari Tuhan,

Alasan kedua adalah lahirnya Deklarasi Balfour yang dikeluarkan oleh

Inggris Raya pada 1917, saat itu wilayah Palestina berada di bawah

penjajahan Inggris sebagai akibat Perang Dunia I (1914-1918).

Deklarasi tersebut telah memberikan jalan bagi Israel memasuki Tanah

Suci Palestina secara 'legal' dan massive. Klaim Yahudi atas Tanah

Suci tersebut memang telah dipersiapkan secara matang oleh Theodore

Herzl (1860-1904), di mana doktrin-doktrin pewajiban berdirinya negara

Yahudi itu telah disusun secara sistematis dalam buku Der Judenstaat

yang telah diresmikan dalam Kongres Zionis Dunia di Basle pada 1897.

(Roger Garaudy, 1988, ibid). Sebagian isi Deklarasi Balfour itu

menyatakan 'Pemerintah (Inggris) menyetujui didirikannya sebuah tanah

air bagi bangsa Yahudi di Palestina dan berusaha sebaik-baiknya untuk

melancarkan pencapaian tujuan ini ....'' (ibid).

Alasan ketiga adalah resolusi PBB Nomor 181 Tahun 29 November 1947

yang dikeluarkan sebelum proklamasi kemerdekaan Israel pada 1948.

Resolusi tersebut lahir atas prakarsa Presiden AS, Truman, yang isinya

menyebutkan pembagian negara-negara Arab dan Yahudi yang merdeka dan

rezim internasional istimewa untuk Kota Jerussalem. Selanjutnya, PBB

akan memberikan 57% tanah Palestina kepada Israel. (ibid). Dampak dari

resolusi tersebut adalah melonjaknya sejumlah warga Yahudi di

Palestina, dari semula sekitar 56 ribu orang (1917) menjadi sekitar

608.225 orang (1947), sedangkan menurut majalah Time edisi 25 Maret

2002, warga Yahudi kini berjumlah sekitar 6,1 juta, sementara warga

Arab berjumlah sekitar 3,3 juta orang.

Kesimpulan

  1. Bahwa Palestina memiliki nilai historis dan nilai religious bagi ummat Islam karena merupakan kota suci tempat lahir para nabi, kiblat pertatama ummat Islam, tempat mi’rajnya Rasulullah Muhammad S.A.W.

  1. Bahwa Palestina negeri berpenduduk muslim yang terzalimi, untuk itu sebagai sesama ummat Islam yang memiliki ukhuwah Islamiyah maka kewajiban ummat Islam untuk menolong saudaranya yang kesusahan apalagi terzalimi,

"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (Al-Hujuraat: 10).

Rasulullah saw bersabda: "Sesama muslim itu bersaudara. Oleh karena itu, jangan menganiaya dan jangan mendiamkan. Siapa saja yang memperhatikan kepentingan saudaranya, Allah akan memperhatikannya. Siapa saja yang melapangkan satu kesulitan sesama muslim, niscaya Allah akan melapangkan satu kesulitan dari beberapa kesulitannya pada hari kiamat. Siapa saja yang menutupi kejelakan seorang muslim Allah akan menutupi kejelekannya pada hari kiamat." (HR.Bukhari dan Muslim)

Rasulullah saw., "Permisalan orang mukmin dalam mereka saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menaruh simpati adalah laksana satu tubuh, yang jika salah satu dari anggota tubuh merasa sakit, seluruh anggota tubuh lainnya turut merasakan dampaknya dengan panas atau tidak bisa tidur." (HR Bukhari dan Muslim ).

  1. Bahwa apa yang terjadi pada saat ini adalah satu bentuk kemungkaran, ketidak adailan, penindasan suatu bangsa terhadap bangsa lainnya, oleh karena itu sebagaimana kewajiban seitiap Muslim untuk bereaksi terhadap setiap tindakan kemunkaran karena kekhawatiran bahwa dampak azab perbuatan mungkar tidak saja berakibat pada yang melakukannya tapi juga kepada yang mengetahui tapi mendiamkannya (tidak menolak minimal dalam hati kecilnya)

"Dan orang-orang beriman, lelaki dan wanita, sebagian mereka (adalah)

menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh

(mengerjakan) yang ma'ruf dan melarang dari yang munkar dan mereka

taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh

Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

(At-Taubah: 71)

"Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,

menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman

kepada Allah." (Ali Imran: 110)

"Barangsiapa melihat kemunkaran, maka hendaklah dia mengubah dengan

tangannya, jika tidak mampu, maka hendaklah dengan lidahnya, dan jika tidak

mampu juga, maka hendaklah dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah

selemah-lemah iman." (HR. Muslim)

Rasulullah juga bersabda:

"Sesungguhnya manusia itu apabila melihat orang yang zhalim, lalu

mereka tidak memegang kedua tangannya (mencegahnya) maka Allah akan

meratakan siksa dari sisi-Nya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa'i)

Allah SWT berfirman:

"Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Dawud

dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkari mereka durhaka

dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak

melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat

buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu." (Al Maidah: 78-79)

  1. Bentuk perhatian, simpati, bantuan moril dan materil , aksi penolakan terhadap kezaliman yang terjadi di Palestina merupakan manifestasi suatu doa bukan saja diperuntukan rakyat Palestina tapi bagi bangsa kita dan ummat Islam Indonesia khususnya agar hal tersebut tidak menimpa atau terjadi dinegeri kita.

"Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa

orang-orang yang zhalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa

Allah amat keras siksaan-Nya." (Al Anfal: 25)

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, lebih kurang mohon maaf

Wabillahi taufiq wal hidayah

Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Arnoldison

Sumber rujukan

1. Fauzan Al-Anshari , Membela Palestina dalam Perspektif Syariah,

http://www.pesantrenonline.com/artikel/detailartikel.php3?artikel=149

2. Harun Yahya , Palestina Muslim,

3. Nurcholish Madjid, Sejarah Kota Suci Tiga Agama,

4. Paul Findley (mantan anggota Kongres AS), Diplomasi Munafik ala Yahudi – Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel

5. Dr. Yusuf Qardhawi Sistem ,Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah (Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)

6. Wikipedia Indonesia, Deklarasi Balfour 1917,

7. Buletin Studia 18 Mei 2005, Al-Aqsha, Palestina, dan Kita,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar