Jumat, 13 Februari 2009

7 ALaSaN SALAH JaTuH CinTa

Guyszz… artikel ini khusus untuk kalian yang lagi asyik
menjalin kasih, atau mungkin bisa jadi bahan renungan buat
kalian yang masih jomblo di luar sana.

Pernah gak sih kalian memikirkan kembali alasan kalian
memiliki seorang kekasih, atau lazim dikenal dengan
sebutan “pacar?” Tuluskah…?
Atau hanya sekedar…

Karena ternyata sebagian dari teman kita di luar sana gak
memiliki alasan yang cukup kuat , lho… misalnya aja ada
sebagian yang memiliki kekasih cuma buat iseng aja, ada
yang gara2 kesepian, tapi ada juga yang cuma buat gaya2an.
Nggak percaya…?

Nih…, kita kasih tau 7 alasan salah lainnya yang sering
diterapkan temen2 qta:

Kesepian dan Putus Asa
Perasaan kaya gini sering banget dijadiin alasan buat
maksain diri nyari pacar meskipun qt tau klo tu orang
punya kebiasaan buruk, misalnya aja temperamental, kasar,
‘n suka selingkuh. Tapi kenyataan itu akhirnya kalah sama
pikiran “dari pada ngga ada...?”. Hubungan yang dimulai
dengan cara seperti ini, nantinya pasti akan berakhir
menyakitkan.

Melarikan Diri dari Masalah
Bagi sebagian orang, menjalin hubungan merupakan cara yang
tepat untuk menghindar dari masalah yang sedang mereka
hadapi. Karena mereka berpendapat bahwa dengan menjalin
hubungan khusus dengan seseorang akan membuat mereka lupa
dengan semua masalahnya. Bahkan ada yang beranggapan
“yayang”nya bakal ngasih motivasi buat mereka. Namun
mereka gak sadar, kalo ternyata hubungan yang mereka
jalani putus di tengah jalan justru akan menggiring mereka
ke ambang kesengsaraan lainnya… cape deh…!!

Ketakutan Mendapat Cap “Perawan Tua” atawa “Bujang Lapuk”
Hal tersebut merupakan salah satu alasan qt2 untuk
secepatnya nyari pasangan ‘n mengakhiri masa lajang dengan
melangkah ke jenjang pernikahan, meskipun jujur... nggak
ada faktor cinta di dalamnya. Tapi, ketika suatu hari ia
menyadarinya, dia akan ngerasa tertekan karena mengambil
keputusan berdasarkan kekhawatiran yang berlebihan dan
keterpaksaan yang berujung ketidakbahagiaan.

Butuh Seseorang yang “Ngemong”
Figur ayah ato ibu sangatlah berperan penting dalam hidup
qt, karena mereka adalah orang2 yang selalu dekat dengan
qt sehari2nya, bahkan sangking deketnya... mereka bisa
jadi temen curhat. Dengan kondisi seperti ini, maka dalam
mencari pasangan pun, qt akan berpatokan dengan figur
orang tua qt untuk kriteria yang qt ajukan buat “si dia”.
Karena kalo doi bisa menuhin apa yang qt mau, qt akan
merasa seperti mengulang masa kecil dimana kedua orang tua
qt slalu manjain anak2nya.

Haus Kasih Sayang
Qt sebagai manusia biasa dan ya...katakanlah udah dewasa
pasti membutuhkan kasih sayang dari orang yang qt sayangi,
terutama doi. Tetapi, dikarenakan qt belum mempunyai
pacar, maka tidaklah mungkin untuk ngedapetin perhatian
dan kasih sayang dari someone special ato kata lainnya
yang sekarang lagi nge-trend “Jablay”.

Gak Bisa Ngebedain Antara Rasa Simpati dan Sayang
Hubungan seperti ini biasanya diawali dengan niat baik ato
rasa simpati qt untuk membantu “si dia” keluar dari
kesedihannya karena sakit hati yang parah baik secara
emosional, fisik ataupun keuangan. Yang pada akhirnya akan
membuat qt terperangkap di dalamnya, karena doi merasa
semua kebaikan dan perhatian yang qt berikan dikarenakan
qt menyukainya. Hubungan yang didasari dengan rasa simpati
dan kasihan sangatlah tidak baik untuk dijalani karena
akan menyakiti kedua belah pihak.

Mengisi Kekosongan Hati
Jika qt belum pernah ngerasain yang namanya punya pacar
mungkin qt akan merasa bahwa ngejomblo forever gak masalah
karena qt ngerasa yakin bisa ngejalanin hidup ini
sendirian. Tapi, jujur... dalam hati pasti tetep ngarepin
seseorang yang dapat mengisi sebagian hati ato hidup qt
supaya hidup lebih berwarna dan lengkap. Makanya, qt harus
slalu sadar bahwa No body is perfect, jadi... gak mungkin
bisa ngedapetin seseorang yang benar2 dapat mengisi
kekosongan hati qt. Dan... sebaiknya qt harus belajar dulu
mencintai diri sendiri sebelum mengharapkan seseorang bisa
mencintai qt.

Dalam menjalin suatu hubungan bisa menjadi sumber
kebahagiaan, pelajaran atawa malapetaka, itu tergantung
dari niat awal sebelum qt menentukannya. Karena itu,
sebelum menjalaninya… qt harus benar2 yakin dengan tujuan
qt punya kekasih. ^_^

Sabtu, 07 Februari 2009

Mengapa Wanita Mudah Menangis?

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya pada ibunya. "Ibu, mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab aku wanita". "Aku tak mengerti" kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan

memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti...."

Kemudian anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu menangis?, Ibu menangis tanpa sebab yang jelas". sang ayah menjawab, "Semua wanita memang sering menangis tanpa alasan". Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya.

Sampai kemudian si anak itu tumbuh menjadi remaja, ia tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis. Hingga pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan, "Ya Allah, mengapa wanita mudah sekalii menangis?"

Dalam mimpinya ia merasa seolah Tuhan menjawab, "Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau kerap berulangkali ia menerima cerca dari anaknya itu. Kuberikan keperkasaan yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah saat

semua orang sudah putus asa.

Kepada wanita, Kuberikan kesabaran untuk merawat keluarganya walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.

Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang untuk

mencintai semua anaknya dalam kondisi dan situasi apapun. Walau acapkali anak-anaknya itu melukai perasaan dan hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang mengantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya

melalui masa-masa sulit dan menjadi pelindung baginya. Sebab bukannya tulang rusuk yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak.

Kuberikan kepadanya kebijaksanaan dan kemampuan untuk

memberikan pengertian dan menyadarkan bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau

seringkali pula kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap berdirii sejajar, saling melengkapi dan saling menyayangi.

Dan akhirnya Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapan pun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya air mata ini adalah air mata kehidupan". (Zuriati Ibrahim from milist ingatan)

Rabu, 04 Februari 2009

Apa Artinya Saya Menganut Islam

BAHAGIAN PERTAMA

Apa Artinya Saya Menganut Islam

1. Saya Mestilah Muslim Di Sudut Akidah.

2. Saya Mestilah Muslim Di Sudut Ibadat.

3. Saya Mestilah Muslim Di Sudut Akhlak.

4. Saya Mestilah Muslim Di Sudut Berkeluarga.

5. Saya Mestilah Mampu Mengawal Diri.

6. Saya Mestilah Yakin Bahawa Masa Depan Di Tangan Islam.

Mukadimah Bahagian Pertama

Bahagian pertama buku ini bertajuk "Apa Ertinya Saya Menganut Islam"

membentangkan sifat-sifat penting yang wajib ada pada seseorang bagi membolehkan ia

menjadi seorang Muslim dalam erti kata yang sebenarnya.

Penggabungan diri dengan agama Islam bukanlah secara warisan, bukan secara hobi

malah ia juga bukan penggabungan secara zahir sahaja. Sebenarnya penggabungan yang

dimaksudkan ialah penggabungan dengan ajaran Islam itu sendiri dengan cara berpegang

teguh dengan seluruh ajaran Islam serta menyesuaikan diri dengan Islam di segenap

bidang kehidupan dengan penuh kerelaan.

Seterusnya kami akan menerangkan secara ringkas sifat-sifat yang wajib dimiliki oleh

setiap muslim untuk memastikan penggabungan dengan agama ini merupakan

penggabungan yang sah dan benar.

Firman Allah Subhanahu Wata'ala:

Dia menamakan kamu: Orang-orang Islam semenjak dahulu dan di dalam (Al-Quran) ini,

supaya Rasulullah (Muhammad) menjadi saksi yang menerangkan kebenaran perbuatan

kamu dan supaya kamu pula layak menjadi orang-orang yang memberi keterangan

kepada umat manusia (tentang yang benar dan yang salah).

(Surah Al- Hajj 22: Ayat 78).

Bab 1

Saya Mestilah Muslim Di Sudut Akidah

Berpegang dengan akidah yang benar lagi murni adalah syarat pertama bagi seseorang

mengaku dirinya beragama Islam dan menjadikan Islam sebagai cara hidupnya. Pegangan

tersebut mestilah selari dengan apa yang terkandung di dalam Kitabullah (Al-Quran) dan

sunnah Rasulullah s.a.w. Ia mestilah beriman dengan apa yang telah diimani oleh orangorang

Islam terdahulu yang terdiri dari angkatan Salafus-Saleh serta para Imam

penyampai agama ini yang telah diakui kebaikan, kebaktian serta ketakwaan mereka.

Mereka ini mempunyai kefahaman yang mendalam lagi bersih dalam urusan agama.

Bagi memastikan saya benar-benar Muslim dalam akidah maka saya mestilah beriman

dengan perkara-perkara berikut:

1. Saya mestilah beriman bahawa pencipta alam ini adalah Allah, Tuhan yang Maha

Bijaksana lagi Berkuasa, Maha Mengetahui serta tidak memerlukan pertolongan

sesiapapun. Buktinya jelas pada kejadian alam ini yang penuh dengan keindahan,

kerapian dan keseimbangan, saling perlu memerlukan di antara juzuk dengan

juzuk yang lain. Adalah mustahil semua kejadian ini akan kekal dan berterusan

sekiranya tidak berada di bawah penjagaan Tuhan yang Maha Tinggi lagi Maha

Kuasa. Firman Allah s.w.t:

Kalau ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan yang lain dari Allah, nescaya

rosaklah pentadbiran kedua-duanya. Maka (bertauhidlah kamu kepada Allah

dengan menegaskan): Maha Suci Allah, Tuhan yang mempunyai Arasy, dari apa

yang mereka sifatkan. (Surah Al-Anbiya' 21: Ayat 22)

2. Saya mestilah beriman bahawa Tuhan yang Mada Mulia tidaklah mencipta segala

kejadian alam secara sia-sia tanpa apa-apa tujuan. Kerana mustahil bagi Allah

yang bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan itu mencipta sesuatu secara sia-sia.

Adalah mustahil seseorang itu dapat memahami maksud tujuan Allah menjadikan

sesuatu secara terperinci melainkan melalui penjelasan Rasulullah s.a.w dan

wahyu dari Allah s.w.t sendiri. Firman Allah s.w.t:

(115)

Maka adakah patut kamu menyangka bahawa Kami hanya menciptakan kamu

(dari tiada kepada ada) sahaja dengan tiada sebarang hikmat pada ciptaan itu? Dan

kamu (menyangka pula) tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka (dengan

yang demikian) Maha Tinggilah Allah Yang Menguasai seluruh alam, lagi Yang

Tetap Benar; tiada Tuhan melainkan Dia, Tuhan yang mempunyai Arasy yang

mulia. (Surah Al-Mu'minun 23: Ayat 115-116)

3. Saya mestilah beriman bahawasanya Allah s.w.t telah mengutuskan Rasul- rasul

dan diturunkan untuk mereka kitab-kitab dengan tujuan mengajar manusia supaya

mengenali Allah dan memahami matlamat kejadian mereka, mengetahui asal-usul

mereka dan ke mana mereka akan kembali. Saya juga beriman bahawa Rasul

terakhir dari kalangan Rasul-rasul yang mulia itu ialah Nabi Muhammad s.a.w

yang Allah kurniakan kepadanya Al-Quran Al-Karim sebagai satu mukjizat yang

berkekalan. Firman Allah s.w.t:

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus dalam kalangan tiap-tiap umat seorang

Rasul (dengan memerintahkannya menyeru mereka): Hendaklah kamu

menyembah Allah dan jauhilah taghut. Maka di antara mereka (yang menerima

seruan Rasul itu), ada yang diberi hidayat petunjuk oIeh Allah dan ada pula yang

berhak ditimpa kesesatan. Oleh itu mengembaralah kamu di bumi, kemudian

lihatlah bagaimana buruknya kesudahan umat-umat yang mendustakan Rasulrasulnya.

(Surah Al-Nahl 16: Ayat 36)

4. Saya mestilah beriman bahawa matlamat kewujudan insan ialah mengenali Allah

'Azzawajalla seperti mana yang Allah s.w.t sendiri menjelaskannya, memberi

penuh ketaatan kepadaNya dan mengabdikan diri kepadaNya. Firman Allah s.w.t:

(56) (57)

Dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mereka

menyembah dan beribadat kepadaKu. Aku tidak sekali-kali menghendaki

sebarang rezeki pemberian dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya

mereka memberi makan kepadaKu. Sesungguhnya Allah Dialah sahaja Yang

Memberi rezeki (kepada sekalian makhlukNya, dan Dialah sahaja) Yang

Mempunyai Kekuasaan yang tidak terhingga, lagi Yang Maha Kuat Kukuh

kekuasaanNya. (Surah Al-Zariyat 51: Ayat 56-58)

5. Saya mestilah beriman bahawa ganjaran bagi orang mukmin yang taat kepada

Allah ialah syurga. Manakala balasan ke atas orang kafir lagi derhaka ialah api

neraka. Allah menjelaskan:

"....sepuak masuk Syurga dan sepuak lagi masuk Neraka." (Surah Al-Syura 42:

Ayat 7)

6. Saya mestilah beriman bahawa sekalian manusia melakukan kebaikan dan

kejahatan dengan pilihan dan kehendak mereka sendiri. Namun demikian

kebaikan yang dilakukan itu tidaklah berlaku, melainkan dengan taufik dan

'inayah dari Allah. Manakala amalan jahat pula tidaklah merupakan paksaan dari

Allah tetapi ianya termasuk dalam batasan keizinan dan kehendakNya. Firman

Allah s.w.t:

(7) (8) (9)

(10)

Demi diri manusia dan Yang menyempurnakan kejadiannya (dengan kelengkapan

yang sesuai dengan keadaannya); Serta mengilhamkannya (untuk mengenal) jalan

yang membawanya kepada kejahatan, dan yang membawanya kepada bertakwa;

Sesungguhnya berjayalah orang yang menjadikan dirinya yang sedia bersih

bertambah-tambah bersih (dengan iman dan amal kebajikan), Dan sesungguhnya

hampalah orang yang menjadikan dirinya yang sedia bersih itu susut dan

terbenam kebersihannya (dengan sebab kekotoran maksiat). (Surah al-Syams 91:

Ayat 7-10)

Dan firman Allah s.w.t;

(38)

Tiap-tiap diri terikat, tidak terlepas daripada (balasan buruk bagi amal jahat) yang

dikerjakannya. (Surah Al-Muddathir 74: Ayat 38).

7. Saya juga mestilah beriman bahawa urusan penciptaan undang- undang itu adalah

hak mutlak Allah s.w.t. Tidak harus sama sekali manusia mendahului atau

membelangkanginya. Apa yang dibolehkan ialah ilmuan Muslim atau para ulama'

berijtihad mengeluarkan hukum-hukum dari nas-nas Syari'at dalam batas-batas

yang diizinkan. Firman Allah s.w.t:

Dan (katakanlah wahai Muhammad kepada pengikut-pengikutmu): Apa jua

perkara agama yang kamu berselisihan padanya maka hukum pemutusnya

terserah kepada Allah; Hakim yang demikian kekuasaanNya ialah Allah Tuhanku;

kepadaNyalah aku berserah diri dan kepadaNyalah aku rujuk kembali (dalam

segala keadaan). (Surah Al-Syura 42: Ayat 10)

8. Saya mestilah berusaha mengetahui nama-nama dan sifat-sifat Allah yang layak

bagi kemuliaanNya. Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah s.a.w telah bersabda:

"Allah s.w.t mempunyai sembilan puluh sembilan nama, kurang satu seratus.

Sesiapa yang menghafaznya akan memasuki syurga. Allah itu ganjil (tunggal) dan

menyukai (bilangan) yang ganjil." (Hadis riwayat Bukhari & Muslim)

9. Saya mestilah berfikir merenungi kehebatan kejadian-kejadian Allah, bukan

memikirkan tentang ZatNya sebagai mengikuti dan mentaati perintah Rasulullah

s.a.w:

"Berfikirlah kamu tentang makhluk ciptaan Allah dan janganlah kamu

memikirkan tentang ZatNya kerana kamu tidaklah mengetahui keadaan

sebenarnya."

(Hadis diriwayatkan oleh Abu Nu'aim di dalam Al-Halyah dan Al-Asbahani

meriwayatkannya di dalam Al-Taghrib wa Al-Tarhib)

10. Berhubung dengan sifat-sifat Allah s.w.t terdapat banyak ayat-ayat suci Al-Quran

Al-Karim yang membuktikan kesempurnaan ketuhana(UluhiyyahNya). Kita

dapati beberapa ayat Al-Quran membuktikan kewujudan Allah, sifat baqa'

(kekal), sifat qadim (sedia ada), sifat Ia berlainan dengan segala makhluk, tidak

mempunyai anak, tidak ada yang menandingiNya. Kita juga menemui ayat-ayat

yang menunjukkan Tuhan itu wujud dengan sendirinya, Maha Kaya dari segala

makhlukNya dan makhluk berhajat berhajat kepada kebesaranNya. Demikian juga

kita menemui ayat-ayat yang menunjukkan keEsaan Allah pada ZatNya, sifatsifatNya

dan perbuatanNya, kekuasaanNya, keagunganNya dan keluasan ilmuNya

ke atas sesuatu. Kita temui lagi ayat-ayat yang menunjukkan iradah Allah

mengatasi segala iradah yang lain dan Allah itu bersifat hidup yang penuh dengan

kesempurnaan.

Selain dari sifat-sifat yang disebut tadi, masih banyak lagi ayat-ayat yang

menerangkan sifat-sifat kesempurnaan lain bagi Allah s.w.t yang tidak tercapai

oleh daya pemikiran manusia yang terbatas, tentang hakikat sebenarnya. Maha

Suci Allah, kita tidaklah dapat membataskan pujian kita terhadapNya

sebagaimana memuji dirinya sendiri.

11. Saya mesti meyakini bahawa pendapat dan pandangan para salaf adalah lebih

utama untuk diikuti supaya dapat menyelesaikan perbahasan tentang penta'wilan

dan pentha'thilan sesetengah ayat suci Al-Quran, yakni membiarkan sebahagian

dari sifat-sifat Allah di dalam Al-Quran dengan menyerahkan hakikat sebenar

mengenai maknanya kepada Allah s.w.t.

Saya juga mesti meyakini bahawa berbagai bentuk penta'wilan sesetengah ayatayat

tertentu oleh golongan khalaf (terkemudian) tidak wajar dijadikan sebab

kepada perselisihan yang berlarutan dan jangan sampai timbul kembali

perbalahan di antara golongan khalaf di masa lampau mahupun masa kini.

12. Saya juga mesti mengabdikan diri hanya kepada Allah semata- mata tidak

menyekutukan dengan yang lain. Ini saya lakukan kerana menyahut seruan Allah

dan RasulNya yang menyeru manusia supaya mengabdikan diri hanya kepada

Allah semata- mata dan tidak tunduk kepada sesuatu selain Allah. Amaran ini jelas

dalam firman Allah s.w.t:

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus dalam kalangan tiap-tiap umat seorang

Rasul (dengan memerintahkannya menyeru mereka): Hendaklah kamu

menyembah Allah dan jauhilah taghut. (Surah Al-Nahl 16: Ayat 36)

13. Saya juga mestilah takut hanya kepadaNya dan tidak takut kepada yang lain.

Perasaan takut tersebut seharusnya menyebabkan saya menjauhi kemurkaan Allah

dan larangan-laranganNya.

Allah s.w.t menjelaskan:

Dan sesiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya dan takut melanggar perintah

Allah serta, menjaga dirinya jangan terdedah kepada azab Allah, maka merekalah

orang-orang yang beroleh kemenangan. (Surah Al- nur 24: Ayat 52)

Firman Allah s.w.t seterusnya:

Sesungguhnya orang-orang yang takut (melanggar hukum) Tuhannya semasa

mereka tidak dilihat orang dan semasa mereka tidak melihat azab Tuhan, mereka

beroleh keampunan dan pahala yang besar. (Surah Al-Mulk 67: Ayat 12)

14. Saya mesti sentiasa mengingati Allah dan berzikir menyebut namaNya untuk

menjadikan diam saya itu adalah dalam keadaan berfikir dan apabila bercakap

adalah kerana berzikir. Ini paling mujarab untuk jiwa dan senjata paling ampuh

untuk menghadapi serangan-serangan zaman ini, pancaroba kehidupan serta asam

garamnya. Inilah penawar yang sangat diperlukan oleh manusia zaman ini.

Sungguh benar peringatan Allah yang menyatakan:

(Iaitu) orang-orang yang beriman dan tenang tenteram hati mereka dengan

"zikrullah". Ketahuilah dengan "zikrullah" itu, tenang tenteramlah hati

manusia.(Surah Al-Ra'ad 13: Ayat 28)

FirmanNya lagi:

(36)

Dan sesiapa yang tidak mengindahkan pengajaran (Al-Quran yang diturunkan

oleh Allah) Yang Maha Pemurah, Kami akan adakan baginya Syaitan (yang

menghasut dan menyesatkannya), lalu menjadilah Syaitan itu temannya yang

tidak renggang daripadanya. 37- Dan sesungguhnya Syaitan-syaitan itu tetap

menghalangi mereka dari jalan yang benar, sedang mereka menyangka bahawa

mereka orang-orang yang mendapat hidayat petunjuk. (Surah Al- Zukhruf 43:

Ayat 36-37).

Dr. Briel sendiri mengakui kenyataan ini dengan menegaskan "sesungguhnya

orang-orang yang berpegang teguh dengan agama, ia tidak akan dihinggapi

penyakit jiwa. Manakala seorang pakar jiwa Dr. Riel Karienji menyatakan:

"Sebenarnya para doktor penyakit jiwa menyedari bahawa keimanan yang kukuh

dan pegangan yang teguh terhadap ajaran agama oleh seseorang adalah satu

jaminan untuk menyembuhkan mereka darri penyakit gelisah, tegang perasaan,

penyakit saraf dan lain- lain.

15. Saya juga wajib menyintai Allah dengan sebenar-benar cinta. Cinta yang

menjadikan hati saya sentiasa merasa rindu dan terikat denganNya. Kecintaan itu

juga mendorong saya menambah amalan-amalan kebaikan, berkorban dan

berjihad di jalannya di sepanjang masa. Sekalipun hidup dalam kemewahan dan

keseronokan dunia serta kecintaan terhadap kaum kerabat, semuanya tidak

sepatutnya menghalang saya dari mencintai Allah. Ini adalah sejajar dengan

seruan Allah yang mengingatkan:

Katakanlah (wahai Muhammad): Jika bapa-bapa kamu dan anak-anak kamu dan

saudara-saudara kamu dan isteri- isteri (atau suami-suami) kamu dan kaum

keluarga kamu dan harta benda yang kamu usahakan dan perniagaan yang kamu

bimbang akan merosot, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, (jika

semuanya itu) menjadi perkara-perkara yang kamu cintai lebih daripada Allah dan

RasulNya dan (daripada) berjihad untuk agamaNya, maka tunggulah sehingga

Allah mendatangkan keputusanNya (azab seksaNya); kerana Allah tidak akan

memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq (derhaka). (Surah Al-Taubah 9:

Ayat 24)

Pengorbana demikian saya lakukan adalah untuk dapat merasai kelazatan dan

kemanisan iman seperti yang disyaratkan oleh Rasul yang mulia s.a.w:

"Barang siapa yang ada padanya tiga syarat ini, ia dapat merasai kemanisan iman:

a. Jika ia mencintai Allah dan rasulNya mengatasi kasihnya kepada yang lain.

b. Jika ia menyintai seseorang, tidaklah ia cintai melainkan kerana Allah.

c. Jika ia benci untuk kembali ke dalam kekufuran sebagaimana ia benci untuk

memasuki api neraka.

1. Saya mesti bertawakal sepenuhnya kepada Allah dalam setiap keadaan dan

menyandarkan setiap urusan kepadanya. Sifat tawakal inilah yang

membangkitkan kekuatan zahir dan batin di dalam jiwa dan diri saya yang

menyebabkan segala kepayahan dapat dihadapi dengan mudah. Sifat ini menepati

seruan Allah s.w.t:

"....sesiapa berserah diri bulat-bulat kepada Allah, maka Allah cukuplah baginya

(untuk menolong dan menyelamatkannya). (Surah Al- Talaq 65: Ayat 3)

Lihat betapa indahnya pesanan Rasulullah s.a.w untuk kita, di dalam sebuah

hadisnya:

"Peliharatitah perintah Allah nescaya ia akan memelihara engkau (sepanjang

masa), peliharalah larangan Allah nescaya engkau dapati ia selalu di hadapanmu.

Apabila kamu meminta, hendaklah kamu meminta kepada Allah dan apabila

kamu engkau memohon hendaklah engkau memohon petolongan dari Allah.

Ketahuilah, seandainya umat manusia sepakat untuk memberi sesuatu manfaat

untukmu, mereka tidak dapat memberinya melainkan mengikut apa yang telah

Allah tetapkan untukmu dan sekiranya mereka sepakat untuk menimpakan engkau

dengan sesuatu keburukan tidaklah mereka dapat melakukannya melainkan

dengaan sesuatu yang Allah Taala telah tentukan ke atas dirimu, kerana telah

terangkat pena dan telah kering kertas (telah ditentukan kesemuanya)."

2. Saya mestilah mensyukuri nikmat- nikmatnya ke atas diri saya yang merupakan

kurniaan dan rahmat yang tidak terhitung jumlahnya. Bersyukur itu adalah satu

dari tanda kemuliaan adab seseorang penerima terhadap pemberi dan pengurnia.

Allah menyatakan:

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu kamu dengan keadaan tidak

mengetahui sesuatupun dan Dia mengurniakan kepada kamu pendengaran dan

penglihatan serta hati akal fikiran); supaya kamu bersyukur. (Surah Al-Nahl 16:

Ayat 78)

Seterusnya Allah berfirman:

(33)

(34)

Dan dalil yang terang untuk mereka (memahami kekuasaan dan kemurahan

kami), ialah bumi yang mati; kami hidupkan ia serta kami keluarkan daripadanya

biji-bijian, maka daripada biji-bijian itu mereka makan. 34- Dan kami jadikan di

bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur dan kami pancarkan padanya beberapa

mata air, 35- Supaya mereka makan dari buah-buahannya dan dari apa yang

dikerjakan oleh tangan mereka; maka patutkah mereka tidak bersyukur?. (Surah

Yasin 36: Ayat 33-35)

Sebenarnya Allah s.w.t telahpun menambahkan kurnianya kepada orang-orang

yang bersyukur dan mengugut akan menambah kerugian terhadap golongan yang

ingkar. Firman Allah:

Dan (ingatlah) ketika Tuhan kamu memberitahu: Demi sesungguhnya! Jika kamu

bersyukur nescaya Aku akan tambahi nikmatKu kepada kamu dan demi

sesungguhnya, jika kamu kufur ingkar sesungguhnya azabKu amatlah keras.

(Surah Ibrahim 14; Ayat 7)

3. Saya mestilah sentiasa beristighfar memohon keampunan kepada Allah, istighfar

itu dapat membersihkan diri dari dosa di samping memperbaharui taubat dan

iman. Istighfar juga dapat memberikan kerehatan dan keheningan kepada jiwa.

Allah berfirman:

Dan sesiapa yang melakukan kejahatan atau menganiaya dirinya sendiri (dengan

melakukan maksiat) kemudian dia memohon ampun kepada Allah, nescaya dia

akan mendapati Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (Surah Al-Nisa'

4: Ayat 110)

Firman Allah seterusnya:

Dan juga orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya

diri sendiri, mereka segera ingat kepada Allah lalu memohon ampun akan dosa

mereka dan sememangnya tidak ada yang mengampunkan dosa-dosa melainkan

Allah dan mereka juga tidak meneruskan perbuatan keji yang mereka telah

lakukan itu, sedangkan mereka mengetahui (akan salahnya dan akibatnya). (Surah

Ali-'Imran 3: ayat: 135)

4. Akhir sekali saya juga mestilah sentiasa bermuraqabah (merasai berada di bawah

pengawasan) dengan Allah s.w.t dalam keadaan terang mahupun tersembunyi

kerana mengingatkan firman Allah:

Tiada berlaku bisikan antara tiga orang melainkan Dialah yang keempatnya dan

tiada (berlaku antara) lima orang melainkan Dialah yang keenamnya dan tiada

yang kurang dari bilangan itu dan tiada yang lebih ramai, melainkan Dia ada

bersama-sama mereka di mana sahaja mereka berada. Kemudian Dia akan

memberitahu kepada mereka pada hari kiamat, apa yang mereka telah kerjakan.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu. (Surah Al-

Mujadalah 58: 7)

Bab 2

Saya Mestilah Muslim Di Sudut Ibadah

Ibadah di dalam Islam merupakan kemuncak bagi sifat kepatuhan dan kerendahan kepada

Allah dan ia juga adalah kemuncak betapa ia merasai keagungan Tuhan yang disembah.

Ia menjadi anak tangga pertatehan di antara si hamba dengan Tuhannya. Ibadah ini juga

memberi kesan yang mendalam di dalam perhubungan manusia dengan makhluk lainnya.

Begitu juga dengan ibadah- ibadah dalam rukun Islam seperti sembahyang, puasa, zakat

dan haji serta amalan-amalan lainnya yang dilaksanakan untuk mendapat keredaan Ilahi

dan dalam mengamalkan Syariat-Nya adalah termasuk dalam pengertian 'ibadah. Bertitik

tolak dari pengertian inilah Islam menetapkan supaya seluruh hidup manusia dipelihara

agar menjadi 'ibadah dan taat kepada Allah s.w.t seperti yang dinyatakan oleh Allah:

(56) (57)

Dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mereka

menyembah dan beribadat kepadaKu. Aku tidak sekali-kali menghendaki sebarang rezeki

pemberian dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan

kepadaKu. Sesungguhnya Allah Dialah sahaja Yang Memberi rezeki (kepada sekalian

makhlukNya, dan Dialah sahaja) Yang Mempunyai Kekuasaan yang tidak terhingga, lagi

Yang Maha Kuat Kukuh kekuasaanNya. (Surah Al- Zariyat 51: Ayat 56-58)

Firman Allah seterusnya:

(162)

Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku dan ibadatku, hidupku dan matiku, hanyalah

untuk Allah Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian alam. (Surah Al-An'am

6: Ayat 162)

1- Saya mestilah memastikan 'ibadah saya mempunyai hubungan dengan Tuhan

yang disembah. Inilah apa yang dikatakan martabat "keihsanan dalam 'ibadah".

Rasulullah s.a.w sendiri pernah ditanya (oleh malaikat Jibril) tentang martabat

"ihsan" ini, lalu baginda menjawab:

"Baha engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatNya, jika engkau

tidak melihatnya (sekalipun) sebenarnya Ia melihat engkau (Hadis Muttafaqun

'Alaih).

2- Saya mestilah melakukan 'ibadah dengan penuh khusyuk sehingga saya dapat

merasai kelazatan serta kemanisannya malah mendatangkan kekuatan kepada saya

untuk berterusan mengerjakannya.

'Aisyah r.a mengatakan:

"Adalah Rasulullah s.a.w berbicara dengan kami dan kami juga berbicara

dengannya tetapi bila tiba sahaja waktu sembahyang ia seolah-olah tidak

mengenali kami dan kami pula tidak mengenalinya." (Hadis diriwayatkan oleh

Al-Azdi)

Kekhusyukan inilah yang diisyaratkan oleh Rasulullah s.a.w:

"Berapa ramai orang yang mengerjakan sembahyang, habuan yang ia terima

hanyalah penat dan lelah. (Hadis Riwayat Al-Nasa'i)

"Berapa ramai orang yang berpuasa, ia tidak memperolehi apa-apa ganjaran

kecuali lapar dan dahaga.

3- Saya mestilah beribadah dalam keadaan hati saya merasai kehadiran Allah,

membuang dan melupakan kesibukan dunia dan hiruk-pikuknya. Beribadat dalam

keadaan seperti inilah yang dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w dalam sabdanya:

"Allah s.w.t tidak memandang kepada sembahyang seorang lelaki yang

mengerjakan tanpa kehadiran hati berserta gerak badannya."

Berkata 'ulama':

"Sembahyang itu adalah urusan akhirat, maka kamu masuk menunaikannya

(bererti) kamu telah keluar dari dunia."

Al-Hassan Al-Basri meriwayatkan:

"Setiap sembahyang yang tidak disertai kehadiran hati, maka

ia adalah lebih hampir kepada seksaan."

4- Saya mesti beribadat dalam keadaan sentiasa ingin menambahnya, tidak

merasa cukup dan tidak kenyang. Saya perlu menghampirkan diri kepada Allah

dengan amalan-amalan sunat sebagai menyahut seruan Allah, di dalam sebuah

hadis qudsi:

"Sesiapa yang memusuhi kekasihku (waliKu), maka Aku mengisytiharkan perang

terhadapnya. Tidak ada satu perbuatan mendekatkan diri (taqarrab) kepada Aku

oleh hambaKu yang lebih Aku cintai selain daripada kewajipan-kewajipan yang

Aku fardukan ke atasnya. Hamba Ku akan terus beramal menghampiri diri

kepadaKu dengan melakukan amalan-amalan sunat sehingga Aku mencintainya.

Apabila Aku sudah mencintainya maka Aku (menjadikan) pendengarannya yang

dengannya dia mendengar, penglihatannya yang dengannya dia melihat,

tangannya yang dengannya dia memukul dan kakinya yang dengannya dia

berjalan. Jika dia memohon sesuatu dari Aku nescaya Aku berikannya. Dan jika

dia memohon perlindungan Aku (dari sesuatu) nescaya Aku akan melindunginya.

Aku tidak pernah ragu dari sesuatu yang Aku lakukan seperti Aku ragu (hendak

mengambil) nyawa hambaKu yang Mukmin, di mana dia membenci maut sedang

Aku tidak menyakitinya." (Hadis oleh Al-Bukhari)

5- Saya mestilah mengambil berat terhadap ibadat qiamullail (sembahyang

malam) serta melatih diri melakukannya sehingga ia menjadi satu kebiasaan. Ini

adalah kerana qiamullail itu adalah sumber kekuatan yang memantapkan iman.

Sungguh benar firman Allah:

Sebenarnya sembahyang dan ibadat malam lebih kuat kesannya (kepada jiwa) dan

lebih tetap betul bacaannya. (Surah Al-Muzammil 73: Ayat 6)

Allah s.w.t juga menerangkan sifat hamba-hambanya yang mukmin:

(17)

Mereka sentiasa mengambil sedikit sahaja: Masa dari waktu malam, untuk

mereka tidur. 18- Dan pada waktu akhir malam (sebelum fajar) pula, mereka

selalu beristighfar kepada Allah (memohon ampun). (Surah Al-Zariat 51: Ayat

17-18)

Firman Allah seterusnya:

Mereka merenggangkan diri dari tempat tidur, (sedikit sangat tidur, kerana

mengerjakan sembahyang tahajud dan amal-amal soleh); mereka sentiasa berdoa

kepada Tuhan mereka dengan perasaan takut (akan kemurkaanNya) serta dengan

perasaan ingin memperolehi lagi (keredaanNya) dan mereka selalu pula

mendermakan sebahagian dari apa yang Kami beri kepada mereka. (Surah Al-

Sajdah 32: Ayat 16)

Di antara amalan-amalan sunat yang dikerjakan antara lain qiamullail,

sembahyang dhuha, sembahyang tarawih, puasa pada hari Isnin dan Khamis,

puasa pada Hari Arafah, puasa pada Hari Asyura, puasa enam hari dalam bulan

Syawal, tiga hari di setiap pertengahan bulan (13,14 dan 15) dan beriktikaf di

masjid.

6- Saya mestilah meluangkan waktu tertentu untuk membaca Al-Quran dengan

cara merenungi maksud dan pengajarannya terutama di waktu dhuha kerana Allah

berfirman:

Dirikanlah olehmu sembahyang ketika gelincir matahari hingga waktu gelap

malam, dan (dirikanlah) sembahyang subuh sesungguhnya sembahyang subuh itu

adalah disaksikan (keistimewaannya). (Surah Al-Isra' 17: Ayat 78).

Saya mesti membacanya dengan penuh tadabbur, berfikir, merenunginya dengan

khusyuk dan sedih kerana sabda Rasulullah s.a.w:

"Sesunguhnya Al-Quran diturunkan dalam keadaan dukacita, maka apabila kamu

membacanya hendaklah kamu merasakan kedukacitaan tersebut" (Diriwayatkan

oleh Abu Ya'la dan Abu Nu'aim).

Demikian juga saya mestilah sentiasa ingat peringatan Allah dalam firmanNya:

Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini ke atas sebuah gunung, nescaya engkau

melihat gunung itu khusyuk serta pecah belah kerana takut kepada Allah dan

(ingatlah). (Surah Al-Hasy-r 59: Ayat 21).

Rasulullah s.a.w bersabda:

"Tidaklah beriman dengan Al-Quran oleh orang yang menghalalkan apa yang

diharamkan oleh Al-Quran" (Diriwayatkan oleh Al-Tirmizi)

Sabdanya lagi:

"Ibadah yang paling utama bagi umatku ialah membaca Al-Quran".

(Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim di dalam Fadha'ilul-Quran)

Di dalam sebuah hadis dari 'Abdullah bin Mas'ud Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya Al-Quran ini adalah hidangan Allah, oleh itu hendaklah kamu

menyebutnya sekadar yang terdaya oleh kamu menyebutnya. Sesungguhnya Al-

Quran ini adalah tali Allah, cahaya yang terang benderang dan penawar yang

berguna. Penjaga kepada siapa yang berpegang kepadanya, jaminan kejayaan bagi

yang mengikutinya. Ia tidak salah yang menyebabkan ia tercela, ia tidak bengkok

yang menyebabkan ia perlu diperbetulkan, keajaibannya tidak kunjung habis dan

ia tidak menjadi cacat sekalipun banyak (kandungannya) ditolak orang. Bacalah

Al-Quran kerana Allah akan memberi ganjaran ke atas setiap huruf dari bacaanmu

dengan sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan kepadamu Alif, Lam, Mim itu

satu huruf tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf."

(Riwayat Al-Hakim)

Dalam satu wasiat kepada Abu Zar Rasulullah berkata:

"Kamu wajib melazimkan dirimu membaca Al-Quran kerana ia adalah cahaya

untuk kamu di bumi dan perbendaharaan untuk di langit." (Riwayat Ibnu Hibban)

7- Saya mestilah menjadikan doa sebagai perantaraan dengan Allah di dalam

setiap urusan hidup kerana doa adalah otak bagi segala 'ibadah. Untuk itu saya

mestilah memilih doa-doa yang ma'thur dari Rasulullah s.a.w. Sesungguhnya

benar firman Allah bila Ia mengatakan:

"Mintalah doa kepadaku, nescaya aku akan memperkenankan permintaanmu".

1. Doa ketika hendak tidur.

"Dengan nama-Mu wahai Tuhanku, aku baringkan pinggangku dan kerana

Engkau aku mengangkatnya; jika Engkau tahan jiwaku (Kau ambil

jiwaku) ampunilah diriku, jika Engkau lepaskan ruhnya, maka peliharalah

diriku sebagaimana Kau pelihara hamba-hambaMu yang salih. (Hadis

riwayat Jama'ah).

2. Doa ketika bangun dari tidur.

"Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah kami mati. Dan

kepadaNya kami kembali." (Hadis riwayat Bukhari)

3. Doa ketika memakai pakaian dan menanggalnya.

"Ya Allah aku memohon kepadaMu kebaikan pakaian ini dan kebaikan

yang ada padanya. Aku berlindung padaMu dari kejelikan pakaian ini dan

kejelikan apa yang ada padanya". (Hadis Riwayat Ibnus Sunni)

4. Doa ketika keluar dari rumah dan memasukinya.

"Dengan nama Allah aku bertawakal kepadaNya; tidak ada daya, tidak ada

kekuatan kecuali kerana Allah". (Sunan Tirmizi)

5. Doa ketika berjalan ke Masjid.

"Ya Allah, jadikanlah dalam hatiku cahaya, dalam pandanganku cahaya,

pada pendengaranku cahaya, sebelah tangan kananku cahaya dan pada

sebelah tangan kiriku cahaya, di atasku cahaya, di bawahku cahaya, di

mukaku cahaya dan di belakangku cahaya dan jadikanlah bagiku cahaya."

(Hadis riwayat Bukhari)

6. Doa ketika memasuki masjid.

"Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmatmu".

7. Doa ketika keluar dari masjid.

"Ya Allah, aku memohon kepadamu kurniaanMu".

(Hadis Riwayat Muslim, Abu Daud dan Nasa'i)

8. Doa ketika hendak makan.

"Ya Allah, berkatilah kami pada apa-apa yang Kamu rezekikan kepada

kami dan jauhkanlah kami dari seksa neraka, dengan nama Allah".

(Hadis riwayat Ibnu Sunni)

9. Doa setelah selesai makan.

"Segala puji bagi Allah yang telah memberikan makanan kepada kami,

memberi minuman kepada kami dan menjadikan kami dari golongan

Muslim".

(Hadis Riwayat Abu Daud, Tirmizi, Nasa'ie dan Ibnu Majah)

10. Doa ketika memasuki tandas.

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari khubuth dan

khaba'ith". (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).

11. Doa ketika keluar tandas.

"Segala puji bagi Allah yang telah memberikan aku mengecap

kelazatannya dan menjauhkan aku dari kesakitannya".

(Hadis riwayat Ibn Sunni dan Al-Tabarani)

12. Doa sebelum bersetubuh.

"Dengan namaMu, ya Allah jauhkanlah dari kami syaitan dan jauhkan

syaitan daripada apa yang Kau kurniakan kepada kami".

(Hadis riwayat Bukhari).

Jika ditakdirkan bagi mereka memperolehi anak, syaitan tidak akan

memudaratkannya selama-lamanya.

13. Doa ketika tidak dapat tidur.

"Ya Allah, sudah terbenam bintang-bintang sudah terkatup banyak mata

sedangkan Engkau hidup dan jaga, tidak tidur. Wahai Yang Tegak, Yang

Hidup dan Yang Jaga, tenteramkanlah mataku".

14. Wirid selepas sembahyang.

Sesiapa yang bertasbih kepada Allah (membaca Subhanallah) sesudah

setiap sembahyang 33 kali, membaca tahmid (Alhamdulillah) 33 kali dan

membesarkan Allah (Allahuakbar) 33 kali.

Dan digenapkan menjadi seratus dengan membaca:

"Tidak ada Tuhan kecuali Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu

bagiNya, kepunyaanNya segala kekuatan dan kepunyaanNya segala pujian

dan Dia berkuasa atas segala sesuatu". (Hadis riwayat Muslim)

15. Doa ketika selesai majlis.

"Maha suci Engkau ya Allah dengan segala pujiMu aku bersaksi tidak ada

Tuhan kecuali Engkau, aku bermohon ampun kepadamu dan kau bertaubat

kepadaMU".

16. Doa ketika menaiki kenderaan.

"Segala puji bagi Allah yang menggerakkan bagi kami kenderaan ini,

padahal kami tidak sanggup melakukannya, dan sesungguhnya kami

semuanya kembali kepada Tuhan kami".

17. Doa ketika bermusafir.

"Ya Allah kerana Engkau aku berusadan kerana Engkau aku berjalan dan

kerana Engkau pula aku berpergian. Ya Allah, aku bermohon kepadaMu

dalam perjalanan ini kebajikan dan ketakwaan dan berupa amal yang

Engkau redai. Ya Allah, ringankanlah bagi kami perjalanan kami ini dan

dekatkanlah bagi kami yang jauhnya. Ya Allah, Engkaulah sahabat dalam

perjalanan dan Wakil di tengah-tengah keluarga. Ya Allah, sesungguhnya

aku berlindung kepadaMu dari kepayahan perjalanan, dari kesedihan

penglihatan, dari kejelekan saat kembali pada harta, keluarga dan anakanak".

18. Doa ketika hujan turun.

"Ya Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat (dua kali atau tiga kali)".

(Hadis riwayat Ibnu Syaibah dari hadis Aisyah).

19. Doa ketika mendengar guruh.

"Ya Allah, jangan Engkau bunuh kami dengan murkaMu dan jangan

Engkau binasakan kami dengan siksaMu dan selamatkan kami sebelum

itu". (Hadis riwayat Tirmizi, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, dari hadis

'Abdullah bin 'Umar)

20. Doa ketika melihat anak bulan.

"Allah Maha Besar, ya Allah, muncullah bulan ini bagi kami dengan

penuh berkat dan iman, keselamatan dan keIslaman, taufik pada apa-apa

yang Engkau cintai dan Engkau redai, ya Tuhanku dan Tuhanmu, Allah".

21. Doa kepada pengantin.

"Semoga Allah memberkati engkau dan memberkati atas kau dan

mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan".

(Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan empat ahli hadis dari Anas dan Abu

Hurairah).

22. Doa ketika melihat kanak-kanak.

"Aku bermohon perlindungan untukmu dengan kalimat Allah yang

sempurna dari setiap syaitan dan racun, dan dari setiap mata yang

membawa kejelikan". (Hadis riwayat Bukhari dari hadis Ibnu 'Abbas)

23. Doa ketika menziarahi orang sakit.

"Ya Allah, hilangkanlah penyakit ini, wahai yang memelihara manusia.

Sembuhkanlah, sesungguhnya Engkaulah yang meyembuhkan. Tidak ada

kesembuhan kecuali kesembuhan yang diberikan olehMu, kesembuhan

yang tidak disertai rasa sakit".

24. Doa ketika dukacita.

"Tidak ada Tuhan yang berhak menyembuhkan melainkan Engkau,

sesunggugnya aku termasuk di kalangan orang-orang yang zalim".

25. Doa takziah kematian.

"Sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang Ia ambil dan kepunyaanNya

apa yang Ia berikan dan segala sesuatu pada sisiNya sampai waktu yang

ditentukan. Hendaklah kamu bersabar dan mengharapkan ganjaran".

(Hadis riwayat Bukhari dari hadis usamah).

26. Doa dalam sembahyang jenazah.

"Ya Allah, maafkanlah dia dan berilah rahmat ke atasnya, selamatkanlah dia dan

ampunilah dia, muliakanlah tempatnya, luaskan tempat masuknya dan

bersihkanlah dia dengan air salju dan air dingin. Sucikanlah dia dari kesalahan

sebagaimana Engkau bersihkan pakaian yang putih dari kotoran, gantikanlah

baginya rumah yang lebih baik daripada rumahnya, keluarganya dan pasangan

yang lebih baik daripada pasangan yang dimilikinya. Masukkanlah dia ke syurga

dan lindungilah dia dari azab kubur dan azab neraka".

Bab 3

Saya Mestilah Muslim Dari Sudut Aqidah

1. Menjauhkan diri dari perkara-perkara syubhat.

2. Memelihara pandangan.

3. Memelihara lidah.

4. Bersifat pemalu.

5. Sersifat lemah-lembut.

6. Bersifat benar.

7. Bersifat tawaduk.

8. Menjauhi sangka buruk dan mengumpat.

9. Bermurah hati.

Kemuliaan akhlak adalah matlamat utama bagi ajaran Islam sebagaimana yang

ditegaskan oleh Rasulullah s.a.w tentang tujuan pengutusan baginda:

Yang bermaksud:

"Sesungguhnya aku diutuskan untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak".

Hal ini dipertegaskan lagi di dalam Al-Quran:

Yang bermaksud:

Iaitu mereka (umat Islam) yang jika Kami berikan mereka kekuasaan meme rintah di

bumi nescaya mereka mendirikan sembahyang serta memberi zakat, dan mereka

menyuruh berbuat kebaikan serta melarang dari melakukan kejahatan dan perkara yang

mungkar dan (ingatlah) bagi Allah jualah kesudahan segala urusan. (Surah Al-Hajj, Ayat:

41).

Firman Allah lagi:

Yang bermaksud:

Bukanlah perkara kebajikan itu hanya kamu menghadapkan muka ke pihak timur dan

barat, tetapi kebajikan itu ialah berimannya seseorang kepada Allah dan hari akhirat dan

segala malaikat dan segala Kitab dan sekalian Nabi dan mendermanya seseorang akan

hartanya sedang dia menyayanginya, kepada kaum kerabat dan anak-anak yatim dan

orang-orang miskin dan orang yang terlantar dalam perjalanan dan kepada orang-orang

yang meminta dan untuk memerdekakan hamba-hamba abdi dan mengerjanya seseorang

akan sembahyang serta mengeluarkan zakat dan perbuatan orang-orang yang

menyempurnakan janjinya apabila mereka membuat perjanjian dan ketabahan orangorang

yang sabar dalam masa kesempitan dan dalam masa kesakitan dan juga dalam

masa bertempur dalam perjuangan perang Sabil. orang-orang yang demikian sifatnya),

mereka itulah orang-orang yang benar (beriman dan mengerjakan kebajikan) dan mereka

itulah juga orang-orang yang bertakwa. (Surah Al- Baqarah, Ayat: 177).

Kemuliaan akhlak adalah tanda keimanan seseorang kerana ia adalah hasil dari

keimanannya. Adalah tidak dikira beriman seseorang yang tidak berakhlak. Berhubung

dengan hal inilah Rasulullah s.a.w menyatakan:

Bukanlah iman itu hanya dengan cita-cita tetapi iman itu ialah keyakinan yang tertanam

di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan. (Hadis riwayat Ad-Dailami).

Rasulullah s.a.w pernah ditanya tentang apa itu agama? Baginda menjawab: Kemuliaan

akhlak (Husnul Khuluq). Apabila ditanya tentang apa itu kejahatan, baginda menjawab:

Akhlak yang buruk (Su'ul Khuluq).

Akhlak mulia yang dimiliki oleh seseorang hamba merupakan amalan yang paling berat

dalam timbangan di hari kiamat nanti. Oleh itu sesiapa yang rosak akhlaknya dan buruk

amalannya tidak akan dipercepatkan hisabnya. Rasulullah s.a.w bersabda:

Yang bermaksud:

Tidak ada sesuatu yang lebih berat di atas neraca timbangan seorang hamba di hari

kiamat selain dari akhlak yang baik. (Hadis riwayat Abu Daud dan Tirmizi).

Di dalam Islam akhlak yang mulia itu lahir sebagai hasil dari berbagai ibadat yang

dilakukan. Tanpa hasil ini, tinggallah ibadat- ibadat itu sebagai upacara dan gerak- geri

yang tidak memiliki apa-apa nilai dan tidak membawa apa-apa faedah. Berhubung

dengan sembahyang contohnya, Allah s.w.t menyebut di dalam Al-Quran:

Yang bermaksud:

Sesungguhnya sembahyang itu mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar. (Surah

Al-Ankabuut, Ayat: 45).

Rasulullah menjelaskan perkara ini dengan sabdanya:

Yang bermaksud:

Sesiapa yang sembahyang (tetapi) tidak dapat mencegah (dirinya) dari berbuat keji dan

mungkar, ia akan bertambah jauh dari Allah. (Hadis riwayat Tabrani).

Rasulullah s.a.w juga menyebut perkara yang sama bagi faedah ibadat puasa:

Yang bermaksud:

Apabila seseorang yang berpuasa, janganlah dia melakukan rafath (mengeluarkan katakata

yang boleh menimbulkan rasa berahi, lucah atau bersetubuh) dan bertengkar. Jika

dia dicerca atau diperangi maka katakanlah: Saya ini sedang berpuasa. (Muttafaqun

alaih).

Berhubung dengan ibadat Haji pula Allah berfirman:

Yang bermaksud:

(Masa untuk mengerjakan ibadat) Haji itu ialah beberapa bulan yang termaklum. Oleh

yang demikian sesiapa yang telah mewajibkan dirinya (dengan niat mengerjakan) ibadat

Haji itu, maka tidak boleh mencampuri isteri dan tidak boleh membuat maksiat dan tidak

boleh bertengkar, dalam masa mengerjakan ibadat Haji. (Surah Al-Baqarah, Ayat: 197).

Rasulullah s.a.w bersabda:

Yang bermaksud:

Sesiapa yang telah sempurna menunaikan Haji tanpa melakukan rafath (mengeluarkan

kata-kata yang boleh menimbulkan rasa berahi, lucah atau bersetubuh) dan melakukan

perkara-perkara yang fasiq, (bererti) dia kembali (dalam keadaan suci bersih)

sebagaimana hari dia dilahirkan oleh ibunya. (Muttafaqun Alaih).

Sifat-sifat Akhlak Seorang Muslim

Di antara ciri-ciri akhlak yang sewajarnya menghiasi diri seseorang insan supaya dia

menjadi seorang muslim yang benar adalah akhlak-akhlak yang berikut:

1. Bersifat warak dari melakukan perkara-perkara yang syubhat.

Seorang muslim mestilah menjauhkan dirinya dari segala perkara yang dilarang oleh

Allah dan juga perkara-perkara yang samar-samar di antara halal dan haramnya (syubhat)

berdasarkan ajaran dari hadis Rasulullah s.a.w yang berbunyi:

Yang bermaksud:

Sesungguhnya yang hala itu nyata (terang) dan haram itu nyata (terang) dan di antara

keduanya ada perkara-perkara yang kesamaran, yang tidak diketahuinya oleh kebanyakan

manusia. Maka sesiapa yang memelihara (dirinya dari) segala yang kesamaran,

sesungguhnya dia memelihara bagi agamanya dan kehormatannya. Dan sesiapa yang

jatuh ke dalam kesamaran, jatuhlah ia ke dalam yang haram, seperti seorang

penggembala yang menggembala di sekeliling kawasan larangan, hampir sangat

(ternakannya) makan di dalamnya. Ketahuilah bahawa bagi tiap-tiap raja ada kawasan

larangan. Ketahuilah bahawa larangan Allah ialah segala yang diharamkannya.

Ketahuilah! Bahawa di dalam badan ada seketul daging, apabila ia baik, baiklah badan

seluruhnya dan apabila ia rosak, rosaklah seluruhnya. Ketahuilah! Itulah yang dikatakan

hati. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim).

Adapun setinggi-tinggi pencapaian darjat wara' adalah sebagaimana yang diriwayatkan

oleh Rasulullah s.a.w di dalam hadis baginda:

Yang bermaksud:

Seorang hamba (Allah) itu tidaklah termasuk di dalam martabat golongan muttaqin

sehinggalah dia meninggalkan sesuatu perkara yang tidaklah menjadi kesalahan (jika

dilakukan tetapi ia meninggalkannya) kerana sikap berhati- hati dari terjerumus ke dalam

kesalahan.

2. Memelihara Penglihatan:

Seseorang muslim itu mestilah memelihara dirinya dari melihat perkara-perkara yang

diharamkan oleh Allah kerana pandangan terhadap sesuatu (yang menarik itu) boleh

merangsang syahwat dan merupakan faktor yang membawanya ke kancah pelanggaran

dan maksiat. Berhubung dengan perkara-perkara ini Al-Quran mengingatkan orang-orang

mukmin supaya memelihara diri dari penglihatan yang tidak memberi faedah.

Allah s.w.t berfirman:

Yang bermaksud:

Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya mereka

menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram). (Surah An-Nur, Ayat:

30).

Rasulullah s.a.w pula bersabda:

Yang bermaksud:

Pandangan itu ada satu penahanan dari penahanan iblis.

Baginda juga mengingatkan:

Yang bermaksud:

Kamu hendaklah memelihara pandangan k, menjaga kehormatan (kemaluan) kamu

aAllah akan memburukkan muka kamu. (Hadis riwayat Tabrani).

3. Memelihara Lidah:

Seseorang muslim mestilah memelihara lidahnya dari menuturkan kata-kata yang tidak

berfaedah, perbuatan-perbuatan yang buruk dan kotor, percakapan-percakapan kosong,

mengumpat keji dan mengadu domba. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan:

Ketahuilah, seseorang mukallaf itu sewajarnya menjaga lidahnya dari sebarang

percakapan kecuali percakapan yang menghasilkan kebaikan. Apabila bercakap dan

berdiam diri adalah sama sahaja hasilnya maka mengikut sunnahnya adalah lebih baik

berdiam diri kerana percakapan yang diharuskan mungkin membawa kepada yang haram

atau makruh. Kejadian demikian telah banyak berlaku tetapi kebaikan darinya adalah

jarang.

Sebenarnya banyak dari hadis-hadis Rasulullah s.a.w yang menerangkan keburukan dan

bencana lidah ke atas yang empunya diri:

Yang bermaksud:

Tidaklah dihumbankan muka manusia ke dalam neraka itu sebagai hasil tuaian (jelek)

lidahnya. (Hadis Riwayat Tirmizi).

Rasulullah s.a.w juga bersabda:

Yang bermaksud:

Bukanlah dia seorang mukmin (jika) dia suka me nuduh, suka melaknat, bercakap kotor

dan keji. (Hadis riwayat Tirmizi).

Sabdanya lagi:

Yang bermaksud:

Sesiapa yang banyak bercakap banyaklah kesalahannya, sesiapa yang banyak

kesalahannya banyaklah dosanya dan siapa yang banyak dosanya, api nerakalah paling

layak untuk dirinya. (Diriwayatkan oleh Baihaqi).

4. Bersifat Pemalu:

Seseorang muslim mestilah bersifat pemalu dalam setiap keadaan. Namun demikian sifat

tersebut tidak seharusnya menghalangnya dari memperkatakan kebenaran. Di antara sifat

pemalu seseorang ialah ia tidak masuk campur urusan orang lain, memelihara pandangan,

merendah diri, tidak meninggikan suara ketika bercakap, berasa cukup serta memadai

sekadar yang ada serta sifat-sifat seumpamanya.

Diceritakan daripada Rasulullah s.a.w bahawa baginda adalah seorang yang sangat

pemalu, lebih pemalu dari anak gadis yang berada di balik tabir.

Rasulullah s.a.w bersabda:

Yang bermaksud:

Iman itu mempunyai tujuh puluh cabang atau enam puluh cabang, maka yang paling

utama ialah ucapan Lailaha Illallah (Tidak ada tuhan yang sebenarnya melainkan Allah)

dan yang paling rendah ialah membuang duri dari jalan dan sifat malu ialah satu cabang

dari iman.

(Hadis riwayat Baihaqi).

Berhubung dengan sifat malu ini para ulama mengatakan:

Hakikat malu itu ialah sifat yang menggerakkan seseorang itu meninggalkan kejahatan

dan menghalangnya dari mencuaikan hak orang lain.

5. Bersifat Lemah-lembut dan Sabar:

Di antara sifat-sifat yang paling ketara yang wajib tertanam di dalam diri seseorang

Muslim ialah sifat sabar dan lemah- lembut kerana kerja-kerja untuk Islam akan

berhadapan dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan, malah jalan dakwah

sememangnya penuh dengan kepayahan, penyeksaan, penindasan, tuduhan, ejekan dan

persendaan yang memalukan. Semua halangan-halanga n ini sering dihadapi oleh para

petugas amal Islami, sehingga hemah mereka menjadi pudar, gerakan menjadi lumpuh

malah mereka mungkin terus berpaling meninggalkan medan dakwah.

Dari keterangan ini jelaslah tugas dan tanggungjawab seseorang pendakwah adalah satu

tugas yang amat sukar. Ia bertanggungjawab menyampaikan dakwah kepada seluruh

lapisan manusia yang berbeza kebiasaan, taraf pemikiran dan tabiatnya. Da'ie akan

menyampaikan dakwahnya kepada orang-orang jahil dan orang alim, orang yang

berfikiran terbuka dan orang yang emosional (sensitif), orang yang mudah bertolak ansur

dan orang yang keras kepala, orang yang tenang dan orang yang mudah tersinggung.

Oleh yang demikian dia wajib menyampaikan dakwah kepada semua golongan itu sesuai

dengan kadar kemampuan penerimaan akal mereka. Ia mestilah berusaha menguasai dan

memasuki jiwa mereka seluruhnya. Semua ini sudah pasti memerlukan kekuatan dari

kesabaran yang tinggi, ketabahan dan lemah-lembut. Oleh itu kita dapati banyak ayatayat

Al-Quran dan hadis Nabi menganjurkan dan mengarahkan agar seseorang da'ie itu

itu berakhlak dengan sifat sabar, lemah-lembut dan berhati-hati.

A. Arahan-arahan Dari Al-Quran:

Di antara arahan-arahan Al-Quran ialah:

1. Firman Allah:

Yang bermaksud:

Dalam pada itu (ingatlah), orang yang bersabar dan memaafkan (kesalahan orang

terhadapnya), sesungguhnya yang demikian itu adalah dari perkara-perkara yang

dikehendaki diambil berat (melakukannya). (Surah Asy-Syura, Ayat: 43).

2. Firman Allah:

Yang bermaksud:

Oleh itu biarkanlah (golongan kafir yang mendustakan kamu itu wahai Muhammad) serta

layanlah mereka dengan cara yang elok. (Surah Al-Hijr, Ayat: 85).

3. Firman Allah:

Yang bermaksud:

Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah sahaja yang akan disempurnakan pahala

mereka dengan tidak terkira. (Surah Az-Zumar, Ayat: 10).

4. Firman Allah:

Yang bermaksud:

Dan (sebaliknya) hendaklah mereka memaafkan serta melupakan kesalahan orang-orang

itu, tidakkah kamu suka supaya Allah mengampunkan dosa kamu? (Surah An-Nur, Ayat:

22).

5. Firman Allah:

Yang bermaksud:

Dan apabila orang-orang yang berkelakuan kurang adab, hadapkan kata-kata kepada

mereka, mereka menjawab dengan perkataan yang selamat dari perkara yang tidak

diingini. (Surah Al-Furqaan, Ayat: 63).

B. Arahan-arahan dari hadis-hadis Nabi ialah:

1. Sabda Rasulullah s.a.w:

Yang bermaksud:

Sesungguhnya seorang hamba itu akan mencapai darjat orang-orang yang berpuasa serta

bersembahyang malam dengan sifat lemah-lembutnya.

2. Sabda Rasulullah s.a.w:

Yang bermaksud:

Mahukah aku memberitahu kamu suatu perkara yang dengannya Allah akan memuliakan

binaan (kedudukan seseorang) dan mengangkatnya kepada beberapa darjat ketinggian.

Mereka menjawab: Ya! Wahai Rasulullah. Baginda bersabda: Berlemah-lembutlah kamu

terhadap orang jahil, maafkanlah orang yang menzalimi kamu, hulurkanlah pemberian

kepada orang yang menahan pemberiannya kepadamu dan sambunglah hubungan

silaturahim terhadap orang yang memutuskannya terhadap kamu.

3. Rasulullah s.a.w juga bersabda:

Yang bermaksud:

Apabila Allah s.w.t menghimpunkan makhluk-Nya di hari Kiamat, penyeru pada hari itu

menyeru: "Di manakah orang-orang yang mempunyai keistimewaan". Baginda bersabda:

"Lalu bangun segolongan manusia dan bilangan mereka adalah sedikit. Mereka semua

bergerak dengan cepat memasuki syurga lalu disambut oleh para malaikat." Kemudian

mereka ditanya: "Apakah keistimewaan kamu?" Mereka menjawab: "Apabila kami

dizalimi kami bersabar, apabila dilakukan kejahatan kepada kami, kami berlemahlembut".

Lalu dikatakan kepada mereka: "Masuklah kamu ke dalam Syurga kerana ia

adalah sebaik-baik ganjaran bagi orang-orang yang beramal".

C. Contoh-contoh Praktikal Dari Nabi-nabi:

1. Pada hari peperangan Hunain seorang (yang tidak puas hati dengan pembahagian

rampasan perang) berkata: "Demi Allah, sesungguhnya ini adalah pembahagian yang

tidak adil dan tidak bertujuan mendapat keredaan Allah". Setelah diceritakan kepada

Rasulullah s.a.w, baginda bersabda:

Yang bermaksud:

Semoga Allah merahmati Nabi Musa kerana ia disakiti lebih dari ini tetapi ia sabar.

2. Anas r.a telah berkata:

Yang bermaksud:

Pada suatu hari Rasulullah s.a.w telah memasuki sebuah masjid. Ia memakai kain

selendang buatan Najran yang kasar buatannya. Tiba-tiba seorang Arab Badwi datang

dari arah belakang baginda lalu menarik kain tersebut dari belakang sehingga

meninggalkan kesan di leher baginda. Badwi tersebut berkata: "Wahai Muhammad,

berikanlah kepada kami harta Allah yang ada di sisimu, lalu Rasulullah s.a.w berpaling

kepadanya dengan wajah yang tersenyum dan baginda bersabda: "Perintahkan kepada

yang berkenaan supaya berikan kepadanya.

3. Abu Hurairah menceritakan:

Yang bermaksud:

Bahawa seorang Arab Badwi telah berkata kepada Rasulullah s.a.w: "Wahai Muhammad!

Bawalah gandum ke atas dua ekor untaku, kerana kalau engkau buat begitu ia bukan

harta engkau dan bukan juga harta bapa engkau". Kemudian dia menarik kain selendang

Rasulullah s.a.w meninggalkan kesan kemerahan di leher baginda. Lalu Rasulullah s.a.w

memerintahkasupaya membawa kepada Badwi tersebut seguni gandum dan tamar.

4. At-Tabrani menceritakan:

Yang bermaksud:

Bahawa seorang wanita bercakap lucah (iaitu percakapan yang boleh membangkitkan

berahi) kepada sekumpulan lelaki, lalu dia melintas di hadapan Rasulullah s.a.w ketika

Nabi sedang memakan roti berkuah di atas tanah. Kemudian wanita tersebut berkata:

"Kamu lihatlah kepadanya, dia duduk seperti seorang hamba abdi dan dia makan juga

seperti seorang hamba abdi".

5. Abu Hurairah r.a menceritakan:

Yang bermaksud:

Seorang lelaki berkata: "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya saya mempunyai kaum

kerabat yang selalu saya hubungi mereka tetapi mereka semua memutuskan hubungan

dengan saya, saya berbuat baik kepada mereka tetapi mereka berbuat jahat kepada saya,

saya berlemah-lembut dengan mereka tetapi mereka bersikap keras kepada saya". Lalu

baginda bersabda: "Jika sekiranya engkau berbuat seperti yang engkau katakan seolaholah

engkau menjemukan mereka dan engkau tetap akan mendapat pertolongan dari

Allah selama engkau berbuat demikian".

6. Pada suatu ketika datang seorang Yahudi menuntut hutang daripada Rasulullah s.a.w

dengan berkata: "Kamu dari Bani Abd. Manaf adalah bangsa yang suka melambatlambatkan

pembayaran hutang". Ketika itu Umar bin Al-Khattab ada bersama dan dia

hampir-hampir memenggal leher Yahudi itu, lalu Rasulullah s.a.w berkata kepadanya:

"Wahai Umar! Sepatutnya engkau menyuruhnya meminta kepadaku dengan cara yang

baik dan menuntut aku juga membayar dengan baik".

7. Diriwayatkan bahawa Nabi Isa a.s bersama para pengikut setianya (Hawariyyun)

menjelajah dari satu kampung ke satu kampung yang lain kerana berdakwah. Lalu di

dalam dakwahnya itu dia bercakap kepada manusia dengan cara yang baik, sebaliknya

mereka membalasnya dengan kata-kata yang buruk, kutukan dan maki-hamun. Para

pengikut setia Nabi Isa merasa hairan terhadap tindakan itu lalu mereka bertanya tentang

rahsia perbuatan sedemikian. Baginda berkata: "Setiap orang itu mengeluarkan

(membelanjakan) apa yang ada padanya".

Semua peristiwa di atas dan peristiwa lainnya menjadi bukti yang menguatkan lagi

tuntutan ke atas para pendakwah supaya bersifat lemah- lembut, sabar dan berlapang dada

khususnya apabila cabaran-cabaran yang menyakitkan itu datangnya dari kaum kerabat,

sahabat handai, orang-orang yang dikasihi, teman-teman rapat dan saudara mara kerana

sifat lemah-lembut, sabar dan berlapang dada itu akan menghasilkan kasih-sayang,

kelembutan hati dan menghapuskan perpecahan serta perbezaan. Cukuplah seseorang

pendakwah itu melakukan apa yang diredai oleh Allah.

8. Bersifat Benar dan Jujur.

Seorang muslim itu mestilah bersifat benar dan tidak berdusta. Berkata benar sekalipun

kepada diri sendiri kerana takut kepada Allah dan tidak takut kepada celaan orang. Sifat

dusta adalah sifat yang paling jahat dan hina malahan ia menjadi pintu masuk kepada tipu

daya syaitan. Seseorang yang memelihara dirinya dari kebiasaan berdusta bererti dia

memiliki pertahanan dan benteng yang dapat menghalang dari was-was syaitan dan

lontaran- lontarannya. Berhati- hati dan memelihara diri dari sifat dusta akan menjadikan

jiwa seorang itu mempunyai pertahanan dan benteng yang kukuh menghadapi hasutan

dan tipu-daya syaitan. Dengan demikian jiwa seseorang akan sentiasa besih, mulia dan

terhindar dari tipu-daya syaitan. Sebaliknya sifat dusta meruntuhkan jiwa dan membawa

kehinaan kepada peribadi insan. Lantaran itu Islam mengharamkan sifat dusta dan

menganggap sebagai satu penyakit dari penyakit-penyakit yang laknat.

Rasulullah s.a.w bersabda:

Yang bermaksud:

Sesungguhnya sifat benar membawa kepada kebajikan dan sesungguhnya kebajikan itu

membawa ke syurga. Seseorang yang sentiasa bersifat benar hinggalah dicatat di sisi

Allah sebagai seorang yang benar. Dan sesungguhnya sifat dusta itu membawa kepada

kezaliman (kejahatan) dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seorang lelaki yang

sentiasa berdusta sehinggalah dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta".

(Muttafaqun Alaih).

9. Bersifat Rendah Diri

Seseorang muslim mestilah bersifat tawaduk atau merendah diri khususnya terhadap

saudara-saudaranya yang muslim dengan cara tidak membezakan (dalam memberikan

layanan) sama ada yang miskin mahupun yang kaya. Rasulullah s.a.w sendiri memohon

perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari sifat-sifat takbur (membangga diri).

Baginda bersabda:

Yang bermaksud: Tidak akan memasuki syurga sesiapa yang di dalam hatinya terdapat

sebesar zarrah (sedikit) sifat takbut".

(Hadis riwayat Muslim).

Di dalam Hadis Qudsi pula Allah berfirman:

Yang bermaksud:

Kemuliaan itu ialah pakaian-Ku dan membesarkan diri itu ialah selendang-Ku. Sesiapa

yang cuba merebut salah satu dari kedua-duanya pasti Aku akan menyeksanya".

(Hadis Qudsi riwayat Muslim).

10. Menjauhi Sangka Buruk dan Mengumpat:

Menjauhi sangka buruk, mengumpat dan mengintai- intai keburukan orang lain. Oleh itu

seseorang itu mestilah menjauhi sifat-sifat ini kerana mematuhi firman Allah:

Yang bermaksud:

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu

tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari

sangkaan itu adalah dosa dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan

keaiban orang dan janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya yang lain. Adakah

seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? (Jika demikian

keadaan mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu, patuhilah

larangan-larangan yang tersebut) dan bertakwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya

Allah Penerima taubat, lagi Maha mengasihani. (Surah Al-Hujuraat, Ayat: 12).

Allah berfirman lagi:

Yang bermaksud:

Dan orang-orang yang mengganggu serta menyakiti orang-orang lelaki yang beriman dan

orang-orang perempuan yang beriman dengan perkataan atau perbuatan yang tidak tepat

dengan sesuatu kesalahan yang dilakukannya, maka sesungguhnya mereka telah memikul

kesalahan menuduh secara dusta dan berbuat dosa yang amat nyata. (Surah Al-Ahzaab,

Ayat: 58).

Dan Rasulullah s.a.w bersabda:

Yang bermaksud:

Wahai golongan yang beriman dengan lidahnya sahaja, sedang iman belum memasuki

hatinya, janganlah kamu mengumpat orang-orang Islam yang lain dan janganlah kamu

mengintai-intai keburukan mereka, kerana sesiapa yang mengintai- intai keburukan

saudaranya, Allah akan membongkar keburukannya sekalipun dia berada di dalam

rumahnya". (Hadis riwayat Abu Daud).

11. Bersifat Pemurah.

Seorang Muslim mestilah bersifat pemurah, sanggup berkorban dengan jiwa dan harta

bendanya pada jalan Allah. Di antara cara yang dapat menyingkap kebakhilan seseorang

itu ialah dengan cara memintanya membelanjakan wang ringgit kerana berapa banyak

dari kalangan mereka yang berkedudukan, bercita-cita tinggi serta berpangkat gugur

tercicir dari jalan ini, disebabkan oleh sikap rakus terhadap mata benda. Di dalam Al-

Quran sendiri terdapat berpuluh-puluh ayat yang menjelaskan ciri-ciri keimanan yang

dikaitkan dengan sifat pemurah.

Di antaranya:

Yang bermaksud:

Dan yang mendermakan sebahagian dari apa yang Kami kurniakan kepada mereka.

(Surah Al- Anfaal, Ayat: 3).

Yang bermaksud:

Dan apa jua harta yang halal yang kamu belanjakan (pada jalan Allah) maka (faedahnya

dan pahalanya) adalah untuk diri kamu sendiri dan kamu pula tidaklah mendermakan

sesuatu melainkan kerana menuntut keredaan Allah dan apa jua yang kamu dermakan

dari harta yang halal, akan disempurnakan (balasan pahalanya) kepada kamu dan (balasan

baik) kamu (itu pula) tidak dikuran. (Surah Al-Baqarah, Ayat: 272).

Orang-orang yang bakhil atau kikir seharusnya mendengar dan mengambil pengajaran

darpesanan Rasulullah s.a.w yang berbunyi:

Yang bermaksud:

Tidak ada suatu haripun yang dilalui oleh seorang hamba kecuali (hari- hari) didatangi

oleh dia Malaikat lalu salah satu darinya berdoa: "Ya Allah! Berikanlah ganti kepada si

hamba yang menafkahkan hartanya". Manakala Malaikat yang kedua pula berdoa: Ya

Allah! Berikanlah kebinasaan kepada si hamba yang bakhil ini".

12. Qudwah Hasanah (Suri Teladan Yang Baik)

Selain dari sifat-sifat yang dinyatakan di atas, seorang muslim mestilah menjadikan

dirinya contoh ikutan yang baik kepada orang ramai. Segala tingkah-lakunya adalah

menjadi gambaran kepada prinsip-prinsip Islam serta adab-adabnya seperti dalam hal

makan minum, cara berpakaian, pertuturan, dalam suasana aman, dalam perjalanan malah

dalam seluruh tingkah laku dan diamnya.

(Kitab-kitab yang membicarakan secara khusus mengenai tajuk ini yang dapat dijadikan

sebagai renungan oleh para pembaca di antaranya ialah Kitab Riadhus Salihin karangan

Imam Nawawi, Kitab Khuluqul Muslim (Akhlak Seorang Muslim) karangan Muhammad

Al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali dan Hayat As-Sahabah

karangan Al-Kandahlawi).

Bab 4

Saya Mestilah Bersifat Seorang Muslim Terhadap Keluarga Saya

Sebenarnya apabila saya telah menganut agama Islam, saya wajib menjadi

seorang pendukung risalah ini di dalam kehidupan bahkan saya wajib menjadikan

seluruh kehidupan saya mematuhi segala arahan risalah ini.

Maka apabila anutan saya terhadap Islam mewajibkan saya menjadi Muslim di

dalam sudut kejiwaan, akidah, ibadah dan akhlak maka kewajipan ya ng sama juga

menuntut saya berusaha menjadikan masyarakat yang saya hidup di dalamnya

sebagai masyakat muslim.

Adalah tidak memadai dengan saya menjadi muslim seorang diri sahaja

sedangkan orang-orang di sekeliling saya tidak dihiraukan, kerana di antara

kesan-kesan dari seruan Islam dan kemesraannya di dalam jiwa manusia (jika ia

telah benar-benar beriman) ialah ia merasai tanggungjawabnya terhadap orang

lain dengan mengajak dan menasihati mereka dengan Islam serta ghairah

mengambil berat ke atas mereka sebagai realisasi dari amaran Rasulullah:

Yang bermaksud:

"Barang siapa yang tidur nyenyak dan tidak mengambil peduli urusan umat Islam

maka ia bukan dari golongan mereka".

Bertitik tolak dari sinilah menyusulnya satu tanggungjawab ke atas saya, iaitu

tanggungjawab menegakkan masyarakat Islam dan tanggungjawab

menyampaikan Islam kepada masyarakat.

Langkah pertama dari tanggungjawab ini dan merupakan langkah yang bersifat

tabii dalam usaha ini, saya mestilah jadikan rumah-tangga saya sebuah rumahtangga

muslim. Saya mestilah menyampaikan risalah Islam kepada "masyarakat

kecil saya" yang terdiri dari ahli-ahli keluarga saya, isteri- isteri saya, anak-anak

saya, seterusnya kepada kaum kerabat saya yang dekat dan inilah cara yang

dilakukan oleh Rasulullah di permulaan dakwahnya. Firman Allah:

(213) (214)

Maksudnya:

Maka janganlah engkau (wahai Muhammad) menyembah tuhan yang lain

bersama-sama Allah, akibatnya engkau akan menjadi dari golongan yang

dikenakan azab seksa. 214- Dan berilah peringatan serta amaran kepada kaum

kerabatmu yang dekat. 215- Dan hendaklah engkau merendah diri kepada

pengikut-pengikutmu dari orang-orang yang beriman. (Surah Al-Syu'ara' 26: Ayat

213-215).

Dari penjelasan di atas nyatalah bahawa tanggungjawab seorang muslim selepas

tanggungjawab ke atas dirinya sendiri ialah tanggungjawab terhadap ahli

keluarganya, rumah-tangganya dan anak-pinaknya. Berdasarkan dalil firman

Allah:

Maksudnya:

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari

Neraka yang bahan-bahan bakarannya: Manusia dan batu (berhala); Neraka itu

dijaga dan dikawal oleh malaikat-malaikat yang keras kasar (layanannya); mereka

tidak menderhaka kepada Allah dalam segala yang diperintahkanNya kepada

mereka, dan mereka pula tetap melakukan segala yang diperintahkan. (Surah Al-

Tahrim 66: Ayat 6)

4.1- Tanggungjawab Sebelum Berumah-tangga.

Untuk membantu saya menjayakan usaha membina sebuah rumah-tangga yang

baik, Islam telah menunjukkan beberapa anasir dan sebab-sebab yang

memudahkan tanggungjawab dan pencapaian matlamat pembinaan rumah-tangga

saya. Di antaranya ialah:

1. Saya mestlah memastikan perkahwinan saya adalah kerana Allah atau dengan

kata lain membina rumah-tangga muslim, untuk melahirkan keturunan yang salih,

menjadi keluarga yang mampu menunaikan amanah serta memastikan

pelaksanaan hidayah Allah itu secara berterusan sebagaimana firman Allah yang

bermaksud:

"Satu keturunan yang sebahagiannya (turunan) dari yang lain" (Surah Ali-Imran

3: Ayat 34)

2. Saya mestilah menjadikan tujuan perkahwinan saya adalah untuk menjaga

pandangan saya, memelihara kemaluan saya serta bertakwa kepada Allah

sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud:

"Ada tiga golongan yang Allah berhak menolong mereka. Pertama: Orang yang

berjihad pada jalan Allah. Kedua: hamba mukatab (yang berjanji untuk menebus

diri) yang menunaikan bayaran dan ketiga orang yang berkahwin kerana ingin

memelihara dirinya". (Hadis riwayat Al-Tirmizi).

Dan sabdanya lagi yang bermaksud:

"Sesiapa yang berkahwin sesungguhnya ia telah menyempurnakan separuh dari

agamanya maka bertakwalah ia pada separuh yang lain".

(Hadis riwayat oleh Al-Tabrani Fil-Ausath)

3. Saya mestilah memilih bakal isteri yang baik kerana dengannyalah saya berkongsi

hidup dan menjadi teman dalam perjuangan, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w

yang bermaksud:

"Pilihlah untuk keturunanmu (wanita yang baik) kerana sesungguhnya keturunan

itu menjadi pertikaian. Dalam satu riwayat yang lain dikatakan: Keturunan itu

menjadi desas-desus". Dalam satu lagi riwayat yang lain disebut: "Hendaklah

engkau berkahwin dengan orang sekupu dan kahwinkanlah (anak-anakmu)

dengan yang sekupu.

4. Saya mestilah memilih wanita yang baik akhlak dan pegangan agamanya

sekalipun ia mungkin tidak punya harta kekayaan dan kecantikan kerana sabda

Rasulullah s.a.w yang bermaksud:

"Janganlah kamu mengahwini wanita kerana kecantikannya kerana bole jadi

kecantikan itu akan membinasakannya, janganlah kamu mengahwini mereka

kerana kekayaannya, kerana mungkin kekayaan itu merosakkannya tetapi

kahwinilah mereka atas dasar pegangan agamanya. Hamba perempuan yang rabik

dan hodoh tetapi baik agamanya adalah lebih utama". (Hadis riwayat Ibnu Majah)

5. Saya mestilah berhati- hati supaya tidak menyalahi perintah Allah dalam urusan

ini, kerana takut kemurkaan dan seksaan Allah. Kerana mengingati amaran

Rasulullah s.a.w yang bermaksud:

"Sesiapa yang mengahwini wanita kerana memandang kepada kemuliaan

(kedudukannya) sahaja, Allah tidak akan menambah apa-apa kepadanya

melainkan dengan kehinaan, sesiapa yang berkahwin kerana hartanya,

Allah tidak akan menambahnya kecuali kefakiran, sesiapa yang berkahwin

kerana keturunannya Allah tidak akan menambahnya kecuali kerendahan

tetapi sesiapa yang mengahwini wanita kerana menjaga pandangannya dan

memelihara kemaluannya (dari perkara haram) atau kerana

menghubungkan silaturahim, Allah akan memberkatinya dan isterinya".

4.2- Tanggungjawab Selepas Berumah-tangga.

Sebenarnya pemilihan bagi mendapatkan isteri yang baik oleh saya tidaklah bererti

terlepasnya tanggungjawab terhadapnya selepas perkahwinan. Malah tanggungjawab

yang lebih besar segera bermula sebaik sahaja saya berumah-tangga. Di antara

tanggungjawab tersebut diperturunkan seperti berikut:

1. Saya mestilah berlaku baik terhadapnya dan memuliakan dalam hubungan

muamalah untuk membina jambatan saling mempercayai di antara saya

dengannya sebagaimana Rasulullah bersabda:

"Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik perlakuan

terhadap isterinya dan akulah orang yang paling baik perlakuan terhadap isteri".

Dan sabda Rasulullah s.a.w:

"Orang-orang mukmin yang sempurna imannya ialah mereka yang baik

akhlaknya dan berlemah- lembut terhadap isteri mereka".

2. Hubungan saya dengan isteri tidak seharusnya terbatas kepada hubungan di

tempat tidur dan melepaskan keinginan syahwat sahaja. Malah hubungan antara

kami itu mestilah hubungan yang dapat menjalinkan persefahaman dalam

pemikiran, kejiwaan dan kasih sayang. Kami sama-sama membaca, menunaikan

sebahagian dari 'ibadat bersama-sama turut mengatur urusan rumah-tangga dan

meluangkan waktu tertentuuntuk bergurau-senda dan bermanja.

Dalam urusan 'ibadah Allah s.w.t berfirman:

Maksudnya:

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sembahyang dan bersabarlah

kamu dalam mengerjakannya..." (Surah Taha 20: Ayat 132)

Dan firman Allah:

Maksudnya:

"Dan ia (Nabi Ismail a.s) memerintahkan ahlinya mendirikan sembahyang dan

menunaikan zakat dan ia adalah seorang yang diredai di sisi Tuhannya". (Surah

Maryam 19: Ayat 55)

Dalam hal bermesra dengan isteri, Rasulullah s.a.w pernah berlumba-kejar dengan

Aisyah r.a. Manakala dalam hal membantu urusan rumah-tangga, baginda

melakukan banyak kerja, di antaranya baginda menjahit serta memperbaiki kasut.

3. Selain dari perkara-perkara di atas, seluruh hubungan saya dengan isteri saya

mestilah tidak terkeluar dari batas-batas syariat, tidak menjatuhkan nama baik

Islam dan tidak tercebur ke dalam hal-hal yang haram kerana sesungguhnya

Rasulullah s.a.w memberi amaran:

"Tidak ada seorang yang tunduk menurut kehendak wanita melainkan

Allah mencampakkannya ke dalam neraka".

Rasulullah juga bersabda:

"Seorang itu tidak menemui Allah dengan membawa dosa yang sangat

besar dari kejahilan isterinya".

Sabda baginda lagi:

"Celakalah orang yang menjadi hamba isterinya".

4.3- Tanggungjawab Bersama Dalam Mendidik Anak-anak.

Sebenarnya kejayaan dalam perkahwinan dengan memilih isteri yang salihah dan

membentuk pasangan suami- isteri yang serasi dengan acuan Islam merupakan saham

yang sangat besar dalam membantu melaksanakan pendidikan Islam kepada anak-anak.

Sebaliknya kegagalan perkahwinan dan tersalah pilih bakal isteri adalah punca kepada

keburukan dan keruntuhan ke atas rumah-tangga seluruhnya.

Apapun pertentangan yang berlaku dalam kehidupan suami isteri akan memberi kesan

secara langsung ke dalam pendidikan anak-anak dan jiwa mereka. Ekoran dari ini

sebahagian dari sifat-sifat kekusutan jiwa dan penyimpangan akan diwarisi pula oleh

anak-anak. Oleh yang demikian anasir yang pertama yang dapat menjamin terlaksananya

pendidikan secara Islam ke atas kanak-kanak ialah melaksanakan perkahwinan menurut

yang dianjurkan oleh Islam.

Pada hakikatnya hasil yang diharapkan dari sebuah rumah-tangga Islam ialah melahirkan

keturunan yang salih seperti firman Allah:

Maksudnya:

Dan juga mereka (yang diredhai Allah itu ialah orang-orang) yang berdoa dengan

berkata: Wahai Tuhan kami, berilah kami beroleh dari isteri- isteri dan zuriat keturunan

kami: Perkara-perkara yang menyukakan hati melihatnya dan jadikanlah kami imam

ikutan bagi orang-orang yang (mahu) bertakwa. (Surah Al-Furqan 25: Ayat 74)

Anak-anak itu dilahirkan dalam keadaan bersih (fitrah). Ia akan menjadi seorang yang

salih bila mendapat pendidikan yang baik. Sebaliknya jika ia hidup membesar dalam

suasana keluarga yang terpesong dan menyeleweng ia juga akan turut terpesong dan

menyeleweng sebagaimana sabda Nabi s.a.w:

"Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan bersih (fitrahnya) maka kedua ibu bapanyalah

yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. (Muttafaqun 'Alaih)

Oleh sebab itu Islam memandang berat dalam urusan mendidik anak-anak serta

menggesa supaya mencari sebab-sebab, norma-norma serta udara yang baik untuk

menjamin terlaksana tarbiah yang baik. Rasulullah bersabda:

"Seorang yang mendidik anaknya (dengan baik) adalah lebih baik dari bersedekah

dengan secupak". (Diriwayatkan oleh Al-Tirmizi).

Rasulullah juga bersabda:

"Tidak ada satu pemberian bapa terhadap anak-anak yang lebih dari adab yang mulia".

Sabda baginda lagi:

"Berlaku pemurahlah kepada anak-anakmu dan bentuklah mereka dengan akhlak yang

mulia".

Sabda Rasulullah s.a.w:

"Apabila mati seorang anak Adam, terputuslah segala amalan (dari dia) kecuali tiga

(kebaikan): Sedekah jariah (yang ikhlas), ilmu yang dimanfaatkan dan anak yang salih

yang mendoakan (kebaikan) untuknya".

Bab 5

Saya Mestilah Dapat Menguasai Diri

Di dalam kehidupan ini insan bertarung dengan dirinya sendiri. Adakalanya ia menang

dan adakalahnya ia kecundang atau ia tetap dalam pertarungan yang berterusan.

Sememangnya pertarungan ini berterusan sehinggalah ajal maut menjemputnya. Firman

Allah:

(7) (8) (9)

Maksudnya:

Demi diri manusia dan Yang menyempurnakan kejadiannya (dengan kelengkapan yang

sesuai dengan keadaannya); 8- Serta mengilhamkannya (untuk mengenal) jalan yang

membawanya kepada kejahatan, dan yang membawanya kepada bertakwa; 9-

Sesungguhnya berjayalah orang yang menjadikan dirinya yang sedia bersih bertambahtambah

bersih (dengan iman dan amal kebajikan), 10- Dan sesungguhnya hampalah

orang yang menjadikan dirinya yang sedia bersih itu susut dan terbenam kebersihannya

(dengan sebab kekotoran maksiat). (Surah Asy-Syams 91: Ayat 7-10)

Maksud inilah yang terkandung dalam sabda yang diisyaratkan oleh baginda s.a.w:

Fitnah akan melekat di hati manus ia bagaikan tikar yang dianyam secara tegak-menegak

antara satu sama lain. Mana- mana hati yang dihinggapi oleh fitnah, nescaya akan terlekat

padanya bintik-bintik hitam. Begitu juga mana- mana hati yang tidak dihinggapinya, akan

terlekat padanya bintik-bintik putih sehinggalah hati tersebut terbahagi dua:

Sebahagiannya menjadi putih bagaikan batu licin yang tidak lagi terkena bahaya fitnah,

selama langit dan bumi masih ada. Manakala sebahagian yang lain menjadi hitam keabuabuan

seperti bekas tembaga berkarat, tidak menyuruh kebaikan dan tidak pula melarang

kemungkaran.

Dalam pertarungan menghadapi nafsu manusia terbahagi kepada 3 golongan:

1. Golongan yang tunduk mengikut hawa nafsu mereka.

Mereka hidup dengan keseronokan di atas muka bumi ini dan ingin hidup

berkekalan di dunia. Mereka adalah orang-orang kafir dan orang yang mengikuti

jejak langkah mereka. Golongan ini melupai (kebesaran dan nikmat) Allah, lalu

Allah juga membiarkan mereka. Di dalam Al-Quran Allah menyifatkan mereka

sebagai orang yang mempertuhankan hawa nafsu, firman Allah:

Maksudnya:

Dengan yang demikian, bagaimana fikiranmu (wahai Muhammad) terhadap orang

yang menjadikan hawa nafsunya: Tuhan yang dipatuhinya dan dia pula disesatkan

oleh Allah kerana diketahuiNya (bahawa dia tetap kufur ingkar) dan dimeteraikan

pula atas pendengarannya dan hatinya serta diadakan lapisan penutup atas

penglihatannya? Maka siapakah lagi yang dapat memberi hidayat petunjuk

kepadanya sesudah Allah (menjadikan dia berkeadaan demikian)? Oleh itu,

mengapa kamu (wahai orang-orang yang ingkar) tidak ingat dan insaf?. (Surah

Al-Jathiyah 45: Ayat 23)

2. Golongan yang bermujahadah dan bertarung menentang hawa nafsunya.

Dalam menentang hawa nafsunya ada kalanya golongan ini mencapai

kemenangan dan ada kalanya mereka kecundang. Apabila terlibat dalam

kesalahan mereka segera bertaubat. Begitu juga bila mereka melakukan

maksiat mereka segera sedar dan menyesal serta memohon keampunan

dari Allah. Allah berfirman:

Maksudnya:

Dan juga orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau

menganiaya diri sendiri, mereka segera ingat kepada Allah lalu memohon

ampun akan dosa mereka dan sememangnya tidak ada yang

mengampunkan dosa-dosa melainkan Allah dan mereka juga tidak

meneruskan perbuatan keji yang mereka telah lakukan itu, sedangkan

mereka mengetahui (akan salahnya dan akibatnya). (Surah Al-'Imran 3:

Ayat 135)

Inilah golongan yang dijelaskan oleh Rasulullah s.a.w dalam sabdanya:

"Setiap anak Adam (manusia) itu melakukan kesalahan, sebaik-baik orang

yang melakukan kesalahan (dosa) ialah mereka yang bertaubat.

(Hadis riwayat Ahmad dan Tirmizi)

Sehubungan dengan pengertian inilah diriwayatkan satu kisah oleh Wahab

Bin Munabbih yang mengatakan:

"Sesungguhnya Iblis pernah bertemu dengan Nabi Allah Yahya bin

Zakaria a.s, lalu Nabi Zakaria a.s berkata kepada Iblis: "Ceritakan

kepadaku tabiat perangai manusia menurut pandangan kamu". Lalu Iblis

menjawab:

1. Golongan pertama dari manusia ialah seperti kamu ini.

Mereka ini terpelihara (dari kejahatan dan dosa).

2. Golongan yang kedua adalah mereka yang berada dalam genggaman kami

sebagaimana bola berada di tangan anak-anak kamu. Mereka menyerah

diri mereka bulat-bulat kepada kami.

3. Golongan yang ketiga ialah golongan yang sangat sukar untuk kami kuasai

mereka. Kami menemui salah seorang dari mereka dan kami berjaya

memperdayakannya dan mencapai hajat kami tetapi ia segera memohon

keampunan (bila ia sedar) dan dengan istighfar itu rosaklah apa yang kami

dapati darinya. Maka kami tetap tidak berputus asa untuk menggodanya

dan kami tidak akan mendapati hajat kami tercapai.

Sendi-sendi Kekuatan Dalam Memerangi Nafsu.

1. Hati: Hati akan menjadi benteng yang kuat dalam memerangi nafsu sekiranya

hati itu hidup, lembut, bersih, cekal dan selalu mengingati pesanan Sayidina Ali

yang berbunyi:

"Sesungguhnya Allah s.w.t mempunyai bejana di atas buminya iaitu hati- hati ...

maka hati yang paling disukai oleh Allah s.w.t ialah hati yang lembut, bersih dan

cekal. Kemudian Sayidina Ali mentafsirkan (kalimah-kalimah tersebut dengan)

katanya: Cekal dalam pegangan agama, bersih di dalam keyakinan dan lembut

terhadap saudara-saudara mukmin.

Sayidina Ali juga berkata:

"Hati seorang mukmin itu bersih, terdapat padanya pelita yang bercahaya. Hati

seorang kafir itu hitam serta berpenyakit".

Al-Quran Al-Karim memberi gambaran tentang hati orang-orang mukmin

menerusi firman Allah:

Maksudnya:

Orang-orang yang beriman itu (yang sempurna imannya) ialah mereka yang

apabila disebut nama Allah (dan sifat-sifatNya) gementarlah hati mereka; dan

apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menjadikan mereka bertambah

iman mereka. (Surah Al- Anfal 8: Ayat 2)

Dalam menggambarkan sifat-sifat hati orang kafir pula Allah menjelaskan:

Maksudnya:

Kerana keadaan yang sebenarnya bukanlah mata kepala yang buta, tetapi yang

buta itu ialah mata hati yang ada di dalam dada. (Surah Al-Hajj 22: Ayat 46)

Allah juga berfirman:

Maksudnya:

(Setelah diterangkan yang demikian) maka adakah mereka sengaja tidak berusaha

memahami serta memikirkan isi Al-Quran? Atau telah ada di atas hati mereka

kunci penutup (yang menghalangnya daripada menerima ajaran Al-Quran)?.

(Surah Muhammad 47: Ayat 24)

2. Akal: Akal adalah (ciptaan Allah) yang dapat melihat, mempunyai daya

memahami sesuatu, mampu membezakan dan dapat menyimpan sesuatu fahaman

dari ilmu-ilmunya di mana dengan ilmu itu kelak ia dapat menghampirkan diri

dengan Allah, mengetahui keagungan Allah serta kekuatannya. Akal seperti inilah

yang dimaksudkan oleh firman Allah:

Maksudnya:

Sebenarnya yang menaruh bimbang dan takut (melanggar perintah) Allah

dari kalangan hamba-hambaNya hanyalah orang-orang yang berilmu.

Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, lagi Maha Pengampun. (Surah Al-Fatir

35: Ayat 28).

Rasulullah s.a.w menyebut betapa tingginya nilai akal ini dalam sabdanya:

"Allah tidaklah mencipta suatu kejadian yang lebih mulia dari akal".

Rasulullah s.a.w berpesan kepada Sayidina Ali Karramallahu wajhah:

"Apmanusia mendampingi Allah dengan melakukan berbagai amalan

kebajikan maka engkau dampingilah Allah dengan akal fikiran engkau".

Baginda juga bersabda:

"Tidaklah beruntung seorang lelaki (dengan satu pemberian) dibandingkan

dengan kelebihan kurniaan akal yang dapat membimbing pemiliknya

kepada petunjuk dan menahannya dari perkara yang buruk". (Hadis

riwayat Al-Mujbir)

Oleh kerana betapa tingginya nilai akal, maka Islam menganjurkan agar

akal diisi dengan ilmu dan makrifat serta mendalami segala urusan agama

agar dengan ilmu-ilmu itu akal menjadikannya sebagai sebab-akibat yang

memandu segala tindakan, membezakan di antara yang buruk dengan yang

baik, di antara yang hak dengan yang batil sebagaimana sabda Rasulullah

s.a.w:

"Sesiapa yang Allah inginkan kebaikan pada dirinya diberikan kefahaman

yang mendalam dalam agama".

Sabda baginda lagi:

"Kelebihan (keutamaan) seorang 'alim atas seorang 'abid (ahli ibadat)

adalah seperti kelebihanku atas orang yang paling rendah dari sahabatsahabatku".

Semua ini membuktikan betapa tingginya nilai dan kesan akal dalam

proses membina kekuatan insan di dalam diri manusia. Dengannya

manusia dapat mengenali serta dapat menyelami hakikat alam semesta dan

rahsianya.

Oleh yang demikian akal seorang mukmin itu adalah akal fikiran yang

waras, dapat membezakan buruk dan baik, halal dan haram, kebaikan dan

kemungkaran kerana ia melihat segala perkara dengan cahaya Allah yang

dapat menembusi di sebalik tutupan yang halus. Firman Allah:

Maksudnya:

Dan (ingatlah) sesiapa yang tidak dijadikan Allah menurut undang-undang

peraturanNya mendapat cahaya (hidayat petunjuk) maka dia tidak akan

beroleh sebarang cahaya (yang akan memandunya ke jalan yang benar).

(Surah Al-Nur 24: Ayat 40).

Cahaya akal seseorang mukmin itu sentiasa bersinar, tidak dapat

dipadamkan kecuali oleh kerja-kerja maksiat yang berkekalan, dilakukan

pula secara terang-terangan dan tidak pula diikuti dengan taubat.

Rasulullah s.a.w menjelaskan:

"Sesiapa yang melakukan dosa maka bercerailah akalnya dari dirinya, ia

tidak akan kembali kepadanya buat selama-lamanya".

Baginda s.a.w juga bersabda:

"Kalaulah tidak kerana syaitan-syaitan itu mengelilingi hati anak-anak

Adam nescaya mereka dapat melihat (merenung) kerajaan Allah di langit

dan di bumi".

Anas bin Malik r.a menceritakan:

"Semasa aku masuk menemui Othman bin Affan r.a aku bertemu seorang

wanita dalam perjalanan, lalu aku sempat mengerling memandangnya dan

tertarik kepada kecantikannya. Lalu semasa aku menemuinya Othman

berkata kepadaku: "Seorang dari kamu menemuiku sedangkan kesan zina

kelihatan pada kedua matanya". Adakah engkau me ngetahui bahawa zina

mata itu ialah memandang? Hendaklah kamu bertaubat atau aku akan

mengenakan hukuman takzir. Lalu akupun bertanya? Adakah lagi wahyu

(kepadamu) selepas Nabi? Maka Othman menjawab: "Tidak, tetapi

(dengan pandangan) basirah hati burhan dan firasat yang benar".

Tanda-tanda Ketewasan Jiwa

Apabila hati manusia telah mati atau menjadi keras, apabila hati manusia telah

menjadi padam dan tidak bersinar lagi atau apabila ia telah tumpas dalam

pertarungannya menghadapi syaitan maka terbukalah pintu-pintu masuk segala

kejahatan terutama ke dalam dirinya, kerana syaitan itu meresap ke dalam diri

anak Adam sebagaimana pengaliran di dalam tubuhnya.

Sebenarnya apabila benteng pertahanan dan kekuatan manusia telah runtuh maka

syaitan akan kembali menjadi teman karibnya sebagaimana firman Allah:

Maksudnya:

"Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa kepada Allah".

(Surah Al-Mujadalah 58: Ayat 19)

Inilah kandungan maksud yang dibayangkan oleh Al-Quran Al-Karim yang

menyatakan:

(16)

Maksudnya:

Iblis berkata: Oleh kerana Engkau (wahai Tuhan) menyebabkan daku tersesat

(maka) demi sesungguhnya aku akan mengambil tempat menghalangi mereka

(dari menjalani) jalanMu yang lurus; 17- Kemudian aku datangi mereka, dari

hadapan mereka serta dari belakang mereka, dan dari kanan mereka serta dari kiri

mereka dan Engkau tidak akan dapati kebanyakan mereka bersyukur. (Surah Al-

A'raf 7: Ayat 16-17)

Sebenarnya selain dari penyakit di atas terdapat satu penyakit lain yang paling

berbahaya iaitu penyakit was-was, syaitan menyebabkan mereka merasa was-was

dalam setiap urusan hidup mereka dengan tujuan memesongkan mereka dari jalan

Allah. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya syaitan itu menghasut anak Adam dengan berbagai cara. Lalu

(pertamanya) ia menghasut melalui jalan agama Islam itu sendiri dengan berkata:

Apakah kamu menganut Islam dan meninggalkan agamamu dan agama nenekmoyangmu?

Anak Adam enggan mengikutinya dan tetap berpegang dengan

Islam. Kemudian dia menghasut pula di jalan hijrah, lalau dia berkata: Adakah

anda ingin berhijrah meninggalkan tanah air dan kampung halaman? Lalu anak

Adam mengingkarinya dan tetap berhijrah. Kemudian syaitan menghasut pula di

jalan jihad dengan berkata: "Adakah engkau ingin sedangkan jihad itu

membinasakan jiwa dan harta benda engkau, kemudian engkau berperang lalu

engkau dibunuh, kemudian isteri engkau dikahwini orang dan harta kekayaan

engkau dibahagi-bahagikan. Lalu anak Adam tetap mengingkari syaitan dan terus

berjihad. Kemudian Rasulullah s.a.w bersabda: Maka sesiapa yang bersikap

demikian kemudian ia mati maka adalah hak Allah s.w.t memasukkannya ke

dalam syurga". (Hadis riwayat Al-Nasa'i)

Alangkah baiknya jikalau anda dapat menatap kisah antara syaitan dan seorang

Rahib Bani Israil dalam tafsir ayat Surah Al-Hasyr 59: Ayat 16. Yang bermaksud:

Maksudnya:

"(Pujukan orang-orang munafik itu) samalah dengan (pujukan) syaitan ketika dia

berkata kepada manusia: Kufurlah kamu. Maka tatkala manusia itu telah kafir dia

berkata: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu kerana sesungguhnya aku

takut kepada Allah Tuhan semesta alam".

Cara-cara Menghalang Godaan Syaitan.

Bagi membantu manusia bagi menghadapi hasutan syaitan dan serangan-serangan

Iblis, Islam telah menunjukkan kepada manusia berbagai perkara yang dapat

membantunya bertahan menghadapi pertarungan dengan syaitan seterusnya

berjaya menewaskan musuh ketatnya itu. Cara tersebut telah dirumuskan oleh

seorang dari para salihin dengan katanya:

"Saya telah merenung dan memikirkan cara-cara dari pintu manakah syaitan

masuk ke dalam diri manusia, ternyata ia masuk ke dalam diri melalui sepuluh

pintu:

Pertama:

Tamak dan buruk sangka, maka aku menghadapinya dengan sifat menaruh

kepercayaan dan berpada dengan apa yang ada.

Kedua:

Cintakan kehidupan dunia dan panjang angan-angan, lalu aku menghadapinya

dengan perasaan takut terhadap kedatangan maut yang boleh berlaku saban

waktu.

Ketiga:

Cintakan kerehatan dan kemewahan, lantas aku menghadapinya dengan

keyakinan bahawa kenikmatan itu akan hilang dan balasan buruk pasti menanti.

Keempat:

Kagum terhadap diri sendiri ('Ujub), lantas aku menghadapinya dengan rasa

terhutang budi kepada Allah dan kepada akibat yaburuk.

Kelima:

Memandang rendah terhadap orang lain dan tidak menghormati mereka, lalu aku

menghaddengan mengenali hak-hak mereka serta menghormati me reka secara

wajar.

Keenam:

Hasad (dengki), lalu aku menghadapinya dengan sifat berpada (qana'ah) dan reda

terhadap kurniaan Allah kepada makhluknya.

Ketujuh:

Riya' dan sukakan pujian orang. Lalu aku menghadapinya dengan ikhlas.

Kelapan:

Bakhil (kedekut), lalu aku menghadapinya dengan menyedari bahawa apa yang

ada pada makhluk akan binasa manakala yang kekal itu berada di sisi Allah.

Kesembilan:

Takabbur (membesarkan diri), lalu aku menghadapinya dengan rasa tawaduk.

Kesepuluh:

Tamak haloba, lalu aku menghadapinya dengan mempercayai ganjaran yang

disediakan di sisi Allah dan tidak tamak terhadap apa yang ada di sisi manusia.

Di antara arahan-arahan yang di anjurkan oleh Islam sebagai jalan untuk

mengelak serangan dan tipu daya syaitan ialah agar sentiasa seseorang itu

mengingati Allah apabila memulakan setiap pekerjaan. Satu riwayat daripada Abu

Hurairah berhubung dengan hal ini menyebutkan: "Syaitan bagi orang-orang

mukmin telah bertemu syaitan bagi orang-orang kafir, lalu di dapati syaitan bagi

orang-orang kafir dalam keadaan gemuk-montel sedangkan syaitan bagi orangorang

mukmin dalam keadaan kurus kering bertelanjang dan kusut masai. Lalu

syaitan bagi orang-orang kafir itu bertanya kepada syaitan bagi orang-orang

mukmin: Kenapa kamu kurus kering?. Lalu ia menjawab: "Aku bersama seorang

lelaki yang apabila ia makan ia menyebut nama Allah, lalu aku terus kelaparan,

apabila ia minum ia menyebut nama Allah, lalu aku terus dalam keadaan dahaga,

apabila ia memakai pakaian ia menyebut nama Allah menyebabkan aku terus

bertelanjang. Apabila ia memakai minyak rambut juga ia menyebut nama Allah

menyebabkan aku terus kusut masai". Kemudian syaitan bagi orang-orang kafir

itu berkata: "Tetapi aku bersama lelaki yang tidak berbuat demikian sedikitpun,

maka bolehlah aku berkongsi makan, minum dan pakai dengannya".

Di antara cara-cara untuk dijadikan kubu pertahanan menghadapi tipu

daya dan godaan syaitan ialah dengan cara:

1. Janganlah terlalu kenyang apabila makan meskipun menghadapi makanan yang

baik dan halal kerana Allah berfirman:

Maksudnya:

"Makanlah dan minumlah, tetapi jangan kamu berlebihan". (Surah Al-A'raf 7:

Ayat 31)

Rasulullah s.a.w juga bersabda mengingatkan, maksudnya:

"Sesungguhnya syaitan itu berjalan dalam tubuh anak Adam mengikut perjalanan

darah. Oleh itu sempitkanlah pintu masuknya dengan kelaparan". (Hadis riwayat

Ahmad)

2. Membaca Al-Quran, berzikir mengingati Allah dan memohon keampunan

sebagaimana yang disuruh oleh Rasulullah s.a.w:

"Sesungguhnya syaitan itu meletakkan belalainya ke atas hati anak Adam, maka

jika ia mengingati Allah ia pun lari daripadanya, jika sekiranya ia lupakan Allah

syaitan akan mengunyah hatinya".

(Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya)

3.Tidak tergopoh gapah dalam sebarang pekerjaan kerana mengingati pesanan

Rasulullah s.a.w:

"Bergopoh-gapah (terburu-buru) itu adalah dari syaitan dan berhati- hati itu dari

Allah".

Sebenarnya ruang ini adalah terbatas untuk menyebut semua sebab, amal-amal

dan pesanan-pesanan yang dianjurkan oleh Islam untuk menjaga diri dari

serangan dan godaan syaitan. Memadailah di sini kita melihat firman Allah:

Maksudnya:

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, apabila mereka disentuh oleh sesuatu

imbasan hasutan dari Syaitan, mereka ingat (kepada ajaran Allah) maka dengan

itu mereka nampak (jalan yang benar). (Surah Al- A'raf 7: Ayat 201).

Bab 6

Saya Wajib Meyakini Bahawa Masa Depan Adalah Untuk Islam

Keimanan saya dengan Islam sepatutnya sampai ke peringkat meyakini bahawa masa

depan kelak ialah milik Islam. Justeru itu Islamlah yang paling ampuh dan mampu untuk

menyusun urusan hidup dan memimpin manusia. Agama Islam adalah satu-satunya

manhaj atau cara hidup yang selaras dengan kehendak fitrah manusia. Ia dapat

mengimbangkan tuntutan lahiriah dan rohaniah insan.

Allah berfirman:

Yang bermaksud:

Tidakkah Allah yang menciptakan sekalian makhluk itu mengetahui (segala-galanya)?

Sedang Dia Maha Halus urusan Pentadbiran-Nya, lagi Maha Mendalam Pengetahuan-

Nya! (Surah Al-Mulk, Ayat: 14).

A. Manhaj Islam Bersifat Rabbani.

Manhaj Islam yang bersifat Rabbani merupakan satu corak penghayatan yang kudus

mengatasi sistem dan cara hidup ciptaan manusia. Ia mampu untuk kekal dan

memberikan saham tamaddunnya di setiap zaman, tempat dan peringkat.

B. Manhaj Islam Bersifat Universal (Sejagat).

Manhaj Islam yang bersifat sejagat atau universal menyerlahkan ciri-ciri keinsanan dan

ciri "infitah" (bersifat terbuka atau kelapangan) serta daya untuk menanggung

kemungkinan-kemungkinannya. Ciri "infitah" ini mengatasi pertimbangan kedaerahan,

perkauman, kebangsaan dan sebagainya. Cara ini sebenarnya adalah cetusan dari

"Sibghah Rabbaniyah" itu sendiri.

C. Manhaj Islam Bersifat Anjal (Murunah).

Keanjalan manhaj hidup Islam (atau fleksibel) memberikannya daya untuk menghadapi

aneka permasalahan hidup yang datang silih berganti "Sibghah" atau cara ini memberikan

Islam kebolehan untuk berijtihad menyimpulkan hukum-hakam terhadap hal- hal yang

tidak ada nas, sama ada melalui qias atau maslahah mursalah, Istihsan dan sebagainya.

D. Manhaj Islam Bersifat Syumul atau Menyeluruh.

Ciri manhaj Islam yang menyeluruh membedakannya dengan sebarang manhaj atau

sistem hidup duniawi yang mempunyai dimensi matlamat yang terbatas. Manhaj Islam

adalah manhaj ciptaan Yang Maha Mengetahui segala masalah manusia, baik atau

buruknya. Ia Maha Mengetahui apa yang membahagiakan dan apa pula yang

mencelakakan manusia. Sebab itu Islam sahajalah yang mampu memenuhkan keperluan

manusia, baik sebagai individu, mahupun sebagai kelompok, baik dalam urusan pimpinan

mahupun perundangan. Sama ada dalam urusan dalam negeri mahupun luar negeri.

Allah s.w.t berfirman:

Yang bermaksud:

(Katakanlah wahai orang-orang yang beriman: Agama Islam, yang kami telah sebati

dengannya ialah): Celupan Allah yang mencorakkan seluruh kehidupan kami dengan

corak Islam) dan siapakah yang lebih baik celupannya daripada Allah? (Kami tetap

percayakan Allah) dan kepadaNyalah kami beribadat. (Surah Al- Baqarah, Ayat: 138).

E. Kegagalan Sistem-sistem Ciptaan Manusia.

Kemudian saya harus mengetahui dan menginsafi tentang selok-belok serta kegagalan

yang dialami oleh sistem hidup dan ciptaan manusia, baik di timur mahupun di barat.

Sama ada yang berfahaman kapitalisme, demokrasi, liberal, sosialisme atau komunisme.

Tidak syak lagi ini adalah kerana keterbatasannya, kelemahannya, sifat

kesementaraannya dan hakikat ianya dari ciptaan insan.

E.1 Kegagalan Sistem Sosial.

Dalam arena sosial, sistem-sistem yang dipanggil sebagai sistem kanan atau kirinya

ternyata gagal untuk memantapkan kebahagiaan, keharmonian dan kestabilan. Malah

terlalu banyak mala petaka yang ditanggung oleh manusia hasil dari sistem-sistem ini.

Ternyata ikatan kekeluargaan semakin terburai. Kasih-sayang semakin pudar, akhlak

semakin luntur dan runtuh. Nilai- nilai keutamaan dan keluhuran sudah kehilangan harga.

Ketegangan dan permusuhan mengambil tempat kedamaian dan ketenangan. Semangat

egoistik dan mementingkan diri mengalahkan semangat kerjasama dan mengutamakan

orang lain.

E2. Kegagalan Sistem Ekonomi.

Dalam bidang Ekonomi, kapitalisme dan sosialisme ternyata gagal dalam mewujudkan

(syura impiannya) atau masyarakat serba adil sebagaimana yang dilaung-laungkan. Dari

sistem ini tercetuslah bermacam-macam krisis dan permasalahan hidup. Lahir

pertarungan kasta, kezaliman sosial, eksploitasi kepartian, monopoli, kemiskinan,

pengangguran dan seribu satu macam masalah lagi.

E.3 Kegagalan Sistem Politik.

Dalam arena politik sistem-sistem ala ketenteraan, Demokrasi, Republik, yang beraja

atau tidak beraja, bertanggungjawab melahirkan, merangsang serta membiarkan

penyelewengan serta kebejatan di setiap peringkat. Penyalahgunaan kuasa, sikap pilih

kasih, rasuah, merasa besar diri dengan kekuasaan, di samping bencana fitnah,

pembunuhan, penggulingan kuasa silih berganti, pemberontakan, penyingkiran serta

bunuh diri (assasination) hampir-hampir menjadi kelaziman sistem-sistem tersebut.

E.4 Kegagalan Sistem Ketenteraan.

Dalam bidang ketenteraan, sistem-sistem ini (banyak menanggung dosa) mengabaikan

nasib masyarakat dan negara Islam yang lemah seperti persoalan Kashmir, Eriteria,

minoriti Islam di Filipina, persoalan Palestine dan sebagainya. Yang lebih parah dari itu

ada pula negeri Arab yang menjadikan krisis tersebut sebagai daun dalam permainan

politiknya untuk menggadaikan atau mempergunakannya sebagai isu dan untuk

menjamin kekuasaan mereka agar berlarutan. Sistem ini juga bertanggungjawab terhadap

pengabaian membina kekuatan fizikal dan jiwa ummah yang membolehkan mereka

menghadapi penjajahan dan mengusir Israel dari bumi Palestine.